REPUBLIKA.CO.ID, NUNUKAN— Santri yang berdomisili di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, turut dalam kegiatan deklarasi menolak radikalisme.
Deklarasi Santri Anti Radikalisme dan Terorisme itu bertepatan peringatan Hari Santri Nasional III tingkat Provinsi Kaltara yang dipusatkan di Pulau Sebatik, Kamis (187/10).
Para santri di daerah itu menyatakan paham radikal dan terorisme yang dilakukan dengan cara provokasi atas nama agama, hanya ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu santri di perbatasan negara dengan Malaysia ini menolak penggunaan istilah jihad sebagai kedok gerakan teroris yang bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Para santri juga mengutuk aksi unjuk rasa anarkis dan mendukung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2019.
Komitmen untuk terus menjaga persatuan juga disampaikan dalam Deklarasi Kebangsaan yang diucapkan oleh tokoh agama, para pejabat, dan tokoh masyatakat.
Wakapolda Kaltara, Kombes Pol Zainal Paliwang, memimpin pengucapan ikrar ini diikuti para tokoh dan pejabat yang hadir yakni Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid, Asisten Bidang Pemerintah dan Kesra Pemprov Kaltara Sanusi, Kapolres Nunukan, Dandim 0911/Nunukan.
Dalam ikrar tersebut dinyatakan bahwa santri dan tokoh masyarakat menghargai keberagaman, menjunjung semangat Bhineka Tunggal Ika, dan mengajak penggunaan medsos dengan bijak.
Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid, mengatakan Hari Santri ini mengingatkan terhadap momen bersejarah atas peran santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan NKRI.