REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Cendekiawan Muslim setelah al-Razi, seperti Ibnu Sina, al-Zahrawi (Albucasis, 936-1013 M), Ibnu Zuhr (Avenzoar, 1091-1162 M), al-Din Muhadhdhab al-Baghdadi (1117-1213 M), dan Ibnu al-Nafis melanjutkan dan memperkaya kerja al-Razi. Mereka semua sangat antusias merekam dan mengklasifikasikan pengalaman klinis mereka dalam bentuk sejarah kasus, laporan pengalaman medis, dan berbagai studi klinis.
Hal ini sesuai dengan buku Charles Greene Cumston berjudul ''Islamic Medicine'' yang menggambarkan para dokter Muslim sebagai pengamat yang tajam dan unggul dalam diagnosis dan prognosis. Deskripsi mereka menunjukkan presisi dan orisinalitas yang bisa diperoleh hanya dengan studi langsung terhadap suatu penyakit.
Eksperimen kontrol kasus yang dirancang untuk mengevaluasi pasien dan prosedur terapi adalah fitur esensial dalam pengobatan modern. Menarik untuk mengetahui bahwa al-Razi, lebih dari seribu tahun yang lalu telah merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan percobaan dengan fitur-fitur itu.
Pada bagian tentang penyakit meningitis, al-Hawi dalam bukunya menyatakan sebagai berikut. ''Jadi, setiap kali Anda melihat gejala meningitis, lakukan operasi vena. Saya telah menyelamatkan sekelompok pasien dengan operasi itu."
Jelas, mulai abad ke-18 dan seterusnya, operasi yang mengakibatkan keluarnya darah umumnya tidak digunakan. Namun, penelitian ini menyoroti peran al-Razi sebagai perintis dalam memulai metode eksperimen kontrol kasus dalam kedokteran klinis.
Cendekiawan Islam yang datang setelah dia mengikuti dan mengembangkan metode ilmiah yang sama. Berikut ini adalah contoh lain yang jelas dari percobaan eksperimen kontrol kasus dalam buku Ibnu Zuhr ''Al-Taysir fi al-Mudawat wa al-ltadbir'' (Simplification Concerning Therapeutics and Diet).
''Hal ini pasti akan terjadi, apakah saya masih hidup atau mati. Beberapa pembaca buku saya dapat mempertentangkan pendapat saya (tentang obat pencahar dan bagaimana melawan efek sampingnya). Mereka dapat menyusun sanggahan untuk itu. Lalu, saya akan menantang mereka untuk memanfaatkan obat-obatan yang saya resepkan, tapi memanfaatkannya dengan cara yang berbeda. Efek samping dari masing-masing metode dapat dicatat. Percobaan ini akan memvalidasi pendapat saya atau sebaliknya.''
Ibnu Zuhr menguraikan eksperimen jauh lebih akurat dan dapat diandalkan dibandingkan silogisme untuk menemukan kebenaran dan memberikan bukti. Dia menekankan eksperimen adalah satu satunya cara membuktikan kebenaran dan menghilangkan kesalahan.