Selasa 15 Oct 2019 04:31 WIB

Satire 'Hari Santri' Identik Dengan 'Hari Taliban'?

Satire 'Hari Santri' Sama Dengan 'Hari Taliban'?

Santri Pondok Modern Gontor - Ponorogo, Jawa Timur sedang Mengaji bersama
Foto:

Lalu, bagaimana dengan aksara Jawi? Aksara Jawi sebenarnya aksara "Islami." Aksara ini di kalangan filolog disebut sebagai aksara "Arab-Melayu."

Aksara Jawi merupakan aksara solutif yang menggabungkan dua kutub ekstrim yang saling berlawanan, yakni antara kubu "Arab-Minded" dan kubu "Anti-Arab." Dengan adanya aksara Jawi (Arab-Melayu) yang telah eksis dipakai dalam penulisan karya ulama di Asia Tenggara sejak awal abad ke-13 Masehi hingga abad ke-20 (1292 H), misalnya kitab Jawhar at-Tauhid ternyata juga lumrah digunakan istilah syurga (شركا) untuk mengartikan الجنة (al-jannah) dalam teks Quran.

Dengan demikian, melalui strategi budaya Melayu, maka kedua kubu dapat didamaikan dalam kebhinekaan. Aksara Jawi (Arab-Melayu) merupakan aksara "rekayasa" yang menghargai keragaman. Aksara Arab diserap dan dimodifikasi dengan berbagai tambahan huruf khas pelafalan Melayu, tetapi juga tidak menggusur atau pun menggantikan kosakata dari bahasa-bahasa non-Arab yang telah eksis sebelumnya dalam dunia Melayu.

Hal ini misalnya pengaruh bahasa Tamil dan bahasa Sanskrit. Dengan demikian, pemerintahanan kosakata Sanskrit dan Tamil dalam bahasa Melayu bertujuan untuk menjawab keresahan kaum "Anti-Arab" dalam masyarakat rumpun Melayu di Asia Tenggara. Sementara itu, penggunaan aksara Arab dalam tulisan Melayu juga bertujuan untuk menjawab keresahan kaum "Arab-Minded" dalam masyarakat rumpun Melayu di Asia Tenggara.

Inilah yang namanya harmoni dalam keberagaman yang termaktub dalam teks keagamaan. Inilah kearifan lokal masyarakat rumpun Melayu. Silakan para pembaca merenungkannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement