REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pasar sejak awal menjadi pusat kegiatan ekonomi umat Islam. Fenomena ini muncul sejak masa Rasulullah. Semula, semuanya sederhana saja. Namun, seiring meningkatnya volume perdagangan yang kian meningkat, munculah kondisi yang lebih kompleks. Di dalamnya termasuk persaingan perdagangan.
Hal itu disadari Rasulullah yang kemudian memberi panduan. Tujuannya, agar umat Islam menjalankan kegiatan ekonomi di pasar dengan jujur dan adil. Untuk memperkuat aturan, muhtasib ditugaskan mengawasi jalannya kegiatan di pasar. Muhtasib merupakan petugas yang bekerja mengawasi pelaksanaan ketentuan di lingkungan pasar. Umar bin Khattab tercatat sebagai muhtasib pertama dalam sejarah Islam.
Pengawas pasar memainkan peran strategis. Mereka harus memastikan geliat ekonomi dan perdagangan berjalan sesuai ketentuan hukum serta agama. Siapa yang melanggar, akan ditertibkan, bahkan mendapatkan sanksi tegas.
Pada masa selanjutnya, posisi pengawas pasar ini dipertahankan sekaligus diperkuat. Di beberapa wilayah Islam, fungsi mereka tak lagi sebatas pengawas pasar, melainkan pada aspek lain dalam kegiatan keseharian masyarakat. Menurut sejarawan Michael Cook (2000), muhtasib mempertegas kehadiran hukum Islam di ranah publik.
Dunia Islam pernah melahirkan pengawas pasar terkenal yang berasal dari Malaga, Andalusia, yaitu al-Saqati. Ia menuliskan pengalamannya ke dalam sebuah buku berjudul Hisba. Ini berasal dari akar kata hasaba, yang berarti memperhitungkan. Pada perkembangannya, hisba bermakna upaya penegakan hukum berdasarkan sistem peradilan.
Kebutuhan terhadap kendali pemerintah di pasar dan juga di beberapa aspek kehidupan menjadi cikal bakal pembentukan badan hisba. Fungsinya adalah menegakkan aturan di pasar dan di tempat lain. Pelaksana harian adalah muhtasib atau sahib al-suq, para pengawas pasar. Mekanisme ini dilembagakan sejak masa Dinasti Umayyah.