Rabu 09 Oct 2019 12:04 WIB

Hukum Ziarah Kubur Bagi Muslimah

Hukum ziarah kubur memang beda dari pandangan ulama.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Subarkah
Peziarah berdoa di makam keluarganya saat ziarah kubur di TPU Sirnaraga, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jumat (3/5).
Foto: Abdan Syakura
Peziarah berdoa di makam keluarganya saat ziarah kubur di TPU Sirnaraga, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jumat (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Berziarah kubur bagi masyarakat Indonesia merupakan hal yang lumrah, bahkan menjadi tradisi. Dalam beberapa kesempatan seperti menjelang Hari Raya Idul Fitri masyarakat berbondong-bondong ke makam.

Ziarah tidak hanya dilakukan laki-laki, perempuan pun ikut meramaikan kuburan. Tawaran pahala yang besar sebesar dua qiradh dan keinginan untuk mendoakan kerabat yang telah meninggal menjadi alasan mereka menuju kuburan.
 
Meski di Indonesia hal ini lumrah, namun di Arab Saudi ziarah kubur tidak bisa dilakukan oleh perempuan. Muslimah hanya bisa berdiri di pagar atau pintu pemakaman dan tidak boleh masuk. Hal ini dilakukan tidak hanya saat ziarah tapi juga saat pemakaman.
 
Hukum ziarah kubur memang beda dari pandangan ulama. Ada ulama yang mutlak mengharamkan, ada juga yang makruh, mubah, atau haram dengan persyaratan. Mazhab Hanbali beranggapan ziarah hukum bagi muslimah mutlak haram. Hal ini didapat dari Ibnu Abbas RA yang menyebut, "Rasulullah melaknat para wanita yang menziarahi kubur dan menjadikannya masjid dan memberikan penerangan di atasnya." Dalam HR Tirmidzi, Abu Hurairah juga berkata, "Rasulullah SAW melaknat perempuan peziarah kubur.
 
Sementara itu, pandangan yang memakruhkan seorang muslimah berziarah kubur adalah Mazhab Syafi'iyah. Hadis yang melarang perempuan berziarah kubur hukumnya sahih, begitu pula hadis dari Aisyah tentang pembolehan wanita berziarah kubur. Karena itu Mazhab Syafi'iyah menilai ziarah kubur boleh dilakukan oleh muslimah.
 
Ulama yang menilai tindakan ziarah kubur boleh bagi perempuan memaknai hadits berisi larangan ini keluar atas kemungkaran yang bisa saja dilakukan oleh perempuan ketika ziarah kubur. Larangan yang dikeluarkan bukan semata atas praktik ziarahnya.
 
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Ibanatul Ahkam menyebut, laknat adalah pengusiran dari rahmat Allah. Salah satu tanda besar tindakan yang dilaknat adalah konsekuensi rajam, had, atau ancaman keras dari pembuat syariat. Sementara Rasulullah SAW melaknat perempauan peziarah kubur.
 
Ini menjadi dalil bagi ulama yang mengharamkan secara mutlak ziarah kubur bagi perempuan. Sementara ulama yang membolehkannya memahami hadits ini sebagai keharaman atas perempuan yang melakukan kemungkaran saat berziarah seperti histeris menampar pipi, menyobek kantong pakaian, dan meratap karena kekurangan rasa sabar dan kebanyakan rasa sedih mereka.
 
Perangai muslimah di masa itu suka meratap dan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Perempuan juga makhluk yang sangat mudah terpancing secara emosional. Apalagi menyaksikan keluarganya dimasukkan ke liang lahat, dikhawatirkan mereka akan meratap atau merusak kondisi psikologisnya. Hal ini yang diiharapkan tidak terjadi saat perempuan mendatangi kuburan.
 
Ibnu Buraidah sendiri berpendapat ziarah makam boleh dilakukan oleh muslimah. Larangan ziarah hanya ada di masa awal-awal keislaman tujuannya untuk menjaga akidah dengan baik dan benar.
 
Selain perangai muslimah zaman dulu suka meratap dan mengeluarkan kata-kata yang buruk, saat itu tahayul dan kurafat seputar kuburan juga masih banyak terdengar. Tidak sedikit masyarakat menyembah atau mengagung-agungkan kuburan.
 
Ketika keimanan umat Islam dinilai telah kuat, larangan ini dihapus. Dalam HR Muslim, Rasulullah bersabda, "Aku dahulu pernah melarang kalian ziarah kubur, maka (sekarang) ziarahlah kalian."
 
Dalam HR Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, "Rasulullah SAW melaknat para wanita yang sering berziarah kubur." Rasul melarang muslimah terlalu sering ziarah kubur karena alasan-alasan yang berhubungan dengan fitnah. Namun jika hanya sesekali, hal tersebut diperbolehkan. Ummu Athiyyah juga pernah berkata, "Kita dilarang untuk mengikuti jenazah (ke pemakaman), namun beliau (Rasulullah SAW) tidak bersungguh-sungguh (dalam melarang)."
 
Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz meyakini dan menyetujui pendapat yang menyatakan perempuan boleh berziarah kubur namun tidak terlalu sering.
 
Ziarah kubur memang membawa manfaat dan mudharat. Dari segi manfaat, ziarah kubur mengingatkan umat pada kematian. Suatu saat nanti, si peziarah juga akan bernasib sama dengan mayit yang dimakamkan. Ia punya kesadaran bahwa dunia tidak kekal. Sementara aspek mudharatnya datang karena perempuan dikenal sebagai makhluk yang mudah terbawa perasaan. Dikhawatirkan wanita yang larut dalam kesedihan akan mengeluarkan kata-kata ratapan atau ucapan yang menentang takdir. /

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement