REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagai seni tulis yang melahirkan karya artistik yang bermutu tinggi, kaligrafi memiliki aturan dan teknik khusus dalam pengerjaannya. Bukan hanya pada teknik penulisan, tetapi juga pada pemilihan warna, bahan tulisan, medium, hingga pena.
Selain itu, secara teknis, kaligrafi juga sangat bergantung pada prinsip geometri dan aturan tentang keseimbangan. Aturan keseimbangan ini secara fundamental didukung oleh huruf alif dan titik yang menjadi penanda dan pembeda bagi beberapa huruf Arab.
Karena itu, meski dalam perkembangannya muncul ratusan gaya penulisan kaligrafi, tidak semua gaya tersebut bertahan hingga saat ini. Kini, para pecinta seni kaligrafi hanya mengenal delapan gaya penulisan kaligrafi saja. Kedelapan gaya tersebut sebagai berikut.
Kufi
Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Pada awal pertumbuhannya, gaya penulisan kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, ini memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral.
Tsuluts
Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts kali pertama diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsulus sangat ornamental dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.
Naskhi
Dibandingkan gaya tulisan lain, kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.
Riq'ah
Kaligrafi gaya Riq'ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari, model tulisan lainnya, yakni Riq'ah yang dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.
Ijazah (Raihani)
Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Sesuai dengan namanya, gaya ini semula lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).
Diwani
Model kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Semula, gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu meninggi atau menurun jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Saat ini, model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.
Diwani Jali
Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani. Namun, jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Maka itu, gaya in sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.
Farisi
Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran yang biasanya dipadu dengan warna-warni arabes di samping untuk kegunaan praktis lain.