REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keping uang logam selalu memiliki dua sisi berlawanan. Demikian pula kekayaan serta kemiskinan, masing-masing punya sisi kebaikan dan keburukannya. Keduanya pun Allah jadikan sebagai ujian bagi manusia. Dengan harta, manusia dapat melakukan berbagai amal saleh yang dapat mengantarkannya me nu ju surga. Tapi, api neraka yang menyala siap me nanti tatkala manusia kurang tepat mengelola hartanya.
Begitupun dengan kemiskinan yang bisa mengantarkan manusia menuju surga atau neraka, tergantung penyikapannya menghadapi kemiskinan itu. Bersabar dengan ikhtiar yang produktif ataukah meratapi nasib tanpa ada ikhtiar untuk mengubah keadaan. Islam sangat menganjurkan para pemeluknya mencari rezeki yang telah Allah jatahkan bagi setiap makhluk-Nya. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ‘’Lantas, apabila selesai shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah banyak-banyak pada Allah agar kamu beruntung.’‘ (QS Aljumuah [62]: 10).
Dari ayat di atas, Allah secara jelas memerintahkan kita untuk mencari rezeki-Nya setelah menunaikan kewajiban shalat. Dari ayat tersebut, kita juga dapat mengetahui bahwa mencari karunia Allah merupakan sesuatu yang penting. Mengapa perintah untuk mencari rezeki-Nya ditempatkan setelah menunaikan shalat? Hal ini tak lain disebabkan rezeki (harta) menempati kedudukan yang penting dalam Islam sebagai sarana penunjang menjalankan ibadah kepada-Nya.
Betapa banyak ayat Alquran dan hadis yang menerangkan amalan-amalan yang membutuhkan sarana finansial (harta). Bahkan, dari seluruh ayat Alquran yang memerintahkan kita untuk berjihad dengan harta dan jiwa, hanya satu dari semua ayat tersebut yang mendahulukan penyebutan jihad dengan jiwa.
Selebihnya adalah pengutamaan berjihad dengan harta, seperti yang terdapat dalam surat Alhujurat ayat 15, ‘’Sesungguhnya, orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.’‘ Ada hikmah tersembunyi yang Allah simpan dalam perintah tersebut, yakni sebuah semangat.
Semangat bagi seseorang yang belum memiliki kecukupan harta untuk berikhtiar secara maksimal dalam menggapai rezeki-Nya sehingga ia dapat menunaikan kewajiban tersebut. Menjadi kaya atau memiliki harta di masa ini adalah sebuah keharusan. Terlebih jika dengan kekayaan itu kita mampu menyelamatkan akidah saudara-saudara kita yang hampir tergadai oleh paket sembako dan lembar rupiah. Semoga kita menjadi hamba Allah yang menempatkan harta di tangan, bukan di hati.