Senin 30 Sep 2019 17:47 WIB

Cerita Pelaut Persia Soal Nusantara

Cerita para pelaut ini kemudian menjadi bahasan kitab Ajaub Alhind.

Lautan nan dalam (ilustrasi)
Foto: bachelortrade.com
Lautan nan dalam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebenarnya pembahasan tentang Nusantara dalam Kitab Akhbar Alshin wa Alhind, tidak jauh beda dengan kitab berjudul Ajaib Alhind atau Keajaiban-Keajaiban di Kepulauan India. Namun, pembahasan nusantara dalam kitab yang kedua itu lebih banyak dan dibahas secara terpisah-pisah.

Ajaib Alhind atau Keajaiban-Keajaiban di Kepulauan India adalah buku kompilasi dari cerita-cerita dan anekdot yang disampaikan oleh para pelaut kepada penulis Buzurg ibn Syahriar Ramhurmuzi, Seorang kapten kapal/nakhoda berasal dari wilayah Ramhurmuz, Provinsi Khuzestan, Tenggara Iran. Mengisahkan tentang budaya maritim di samudra India dari Afrika Timur sampai Cina. Kehidupan di laut, jalur perdagangan dan kondisi geografi.

Baca Juga

Walaupun penulis buku ini orang Persia, karyanya ini ditulis dalam bahasa Arab. Namun, ada juga sebagian sejarawan mengatakan kalau asli buku ini berbahasa Persia. Buzurg adalah orang pertama yang menulis karya dari cerita-cerita para pelaut dan pedagang yang ia dengar langsung di setiap tempat yang ia singgah dalam pelayar annya.

Gaya penulisan buku ini dengan metode investigasi dari tiap-tiap pelaut yang ia temui sehingga jelas sumber dari setiap hikayat yang naskah aslinya sekarang berada di Museum Turki.

Menurut Dosen dan peneliti muda dari Universitas Indonesia, Bastian Zulyeno, Kepulauan India yang di maksud dalam kitab tersebut juga termasuk nusantara. Dalam kitab ini, menurut dia, penulis membahas tentang flora dan fauna dan aneka tambang di Nusantara. Misalnya, penulis menceritakan, saat dirinya datang ke negeri Zabaj pernah bertemu dengan seekor monyet sebesar manusia.

Menurut Bastian, kemungkinan monyet yang dimaksud itu adalah orang utan. Selain itu, penulis kitab itu juga pernah berlabu di sebuah daratan yang tidak ada po honnya sama sekali. Namun, setelah sadar ternyata daratan tersebut merupakan cang kang seekor penyu raksasa. Sang penulis baru sadar setelah dirinya menyalakan api karena hari itu bertepatan dengan hari raya Persia (Now ruuz) sehingga membuat penyu itu bergerak.

Setelah penulis bertanya kepada penduduk setempat, ternyata sudah biasa bahwa ketika penyu besar itu lama berada di kedalaman laut, maka penyu itu akan pergi ke arah pantai. Jadi, kitab yang kedua ini lebih detail lagi.

"Dia banyak cerita tentang pulau di nusantara itu,"kata alumnus Pondok Pesantren Darussalam Gontor ini.

Asal muasal Sumatra Dalam kitab ini juga diceritakan juga bahwa di suatu daerah di negeri Zabaj khususnya di pulau Lamuri itu terkenal dengan adanya semut raksasa. Bahkan, penulis kitab itu meng gambarkan semut itu berukuran sebesar kucing.

Bahkan, dia menceritakan semut itu bagi para pelaut per nah memasukkan semut itu ke dalam sangkar kemudian dihadiah kan ke khalifah di Baghdad, kata Bastian.

Ketika mengkaji kitab ini, Bastian pun teringat dengan buku Muhammad Naquib al-Attas yang berjudul Historical Fact and Fiction. Menurut dia, dalam buku itu Naquib menjelaskan, Sumatra itu berasal dari Semut Raya, sedangkan para sejarawan Barat berpendapat bahwa Sumatra itu berasal dari kata samudra. Jadi, semut itu juga dijelaskan di ki tab bahsa Persia ini, tapi gak tahu Naquib al- Attas itu mengambil dari kitab ini atau dari mana.

"Cuma dia bilang Sumatra itu berasal dari kata Semut Raya, kata Bastian.

Bastian mengatakan, dalam buku yang ditulis Naquib itu memang banyak mengandung bantahan terhadap pandanganpandangan sejarawan Barat yang menganggap bahwa semua itu adalah fiksi. Padahal, menurut Bastian, ternyata memang ada kitab yang mendeskripsikan apa adanya.

"Artinya dia (Naquib) ingin mengasih tahu kita bahwa tidak bisa terus-menerus melihat sejarah kita dengan kacamata Barat terus,karena bisa-bisa dianggap fiksi terus,"jelas Bastian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement