REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan khas Indonesia yang fokus memberikan pelajaran ilmu agama. Keberadaan Undang- Undang Pesantren menjadi salah satu cara untuk memberikan kepastian hukum bagi lembaga yang tua ini.
Wakil Rektor 1 Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Dr Hamid Fahmy Zarkasyi dalam wawancara bersama reporter Republika Zahrotul Oktaviani menyebut, keberadaan UU ini dapat mengakomodir kebutuhan dari pesantren.
Berikut cuplikan wawancaranya.
Sejak kapan payung hukum untuk pondok pesantren ini digaungkan?
UU Pesantren ini sudah lama dibicarakan dan dibahas oleh kalangan pesantren. Dan, saya rasa sudah tidak ada masalah. Dari yang saya dengar, sekitar 98 persen usulan diterima oleh DPR.
Bagaimana awal pembahasan UU Pesantren ini?
Itu sebenarnya aslinya adalah Peraturan Menteri Agama. Kemudian, ini diangkat menjadi UU. Intinya, pesantren ini tidak ada dalam sistem pendidikan nasional. Sistemnya kan tidak tercakup di sana, dan pesantren ini ada tingkatnya; Ula, Wustho, dan Ulya. Itu yang pesantren tradisional. Ini beda dengan sekolah kita tingkat SD sampai SMA atau setingkatnya.
Nah, kalangan pesantren merasa ini kok belum diakomodir dalam undang-undang. Termasuk pesantren dengan sistem modern, seperti Gontor. Itu juga belum diakomodir karena di Gontor tidak ada kelas 3 SMP. Adanya kelas 1 sampai 6. Jenjang tahun yang begini ini yang diakomodir oleh UU.
Jadi, anak-anak ini umpamanya selesai kelas 6 di sini, sama dengan lulus SMA. Dan, alumni pesantren tidak harus ikut UN, tapi diakreditasi oleh badan yang namanya mu'adalah. Kalau sudah diakreditasi, alumninya berhak ikut ujian masuk PT.
Perbedaan lainnya, pesantren ini kurikulumnya 24 jam. Dan, ini tidak sejalan atau sama dengan sekolah biasa. Jadi, ada pendidikan mental dan moral, ada ilmu agama, ilmu umum juga, nah kurikulumnya melebihi sekolah-sekolah umum. Maka, masuk akal jika pesantren ini tidak dites dengan ujian negara karena ada ujiannya sendiri. Apabila nanti mampu me lanjutkan di perguruan tinggi dengan fakultas-fakultas umum maka tanggung jawab dia mampu atau tidaknya.
Ada beberapa Ormas Islam kemarin merasa UU Pesantren belum mengakomodir semua usulan atau kriteria pesantren. Apakah memang ada yang perlu diperbaiki?
Yang saya dengar terakhir, usulan dari Muhammadiyah dan beberapa Ormas Islam sudah diakomodir dalam ketentuan umum. Jadi, sudah tidak ada masalah. Sudah mencakup.
Dengan disahkannya UU ini beserta manfaat yang ada di dalamnya, apa yang selanjutnya bisa dilakukan oleh pesantren?
Sekarang bola ada di tangan pesantren. Tantangannya di situ. Sekarang sudah diakomodir secara nasional, maka apakah dia bisa meningkatkan kualitas pendidikannya. Artinya, alumni pesantren ini sudah terbuka bisa masuk ke perguruan tinggi umum. Apakah pesantren bisa berkompetisi dengan lulusan dari sekolah umum yang lain.
Kelebihan dari alumni pesantren, mereka belajar tidak hanya matematika, fisika, biologi, tapi juga tahfiz Quran, Bahasa Arab, ilmu agama, dan yang lain. Namun, dari sekolah umum, mereka jago dalam sainsnya. Ini tantangan agak berat di situ, tapi bisa juga ada anak pesantren yang FIKIP-nya menonjol, memang banyak yang mampu berkompetisi, tapi selama ini tidak diberi kesempatan untuk muncul.
Kalau dari Gontor, apa yang akan dilakukan setelah pengesahan UU ini?
Kalau kita selalu ada evaluasi. Sekarang kita sedang membenahi kemampuan bahasa Inggris dari para santri. Bagaimana santri-santri ini bisa go internasional dengan bahasa Inggrisnya selain kemampuan berbahasa Arab.
Barusan kita bekerja sama dengan salah satu lembaga British Council untuk meningkatkan bahasa Inggris baik berupa aplikasi maupun pengajaran. Untuk mata pelajaran matematika, fisika, dan biologi, juga kita tingkatkan dengan menambah kemampuan dari gurunya.