REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Musyawarah Nasional Tokoh Antaragama yang digelar Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Kerjasama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) membahas tentang membangun budaya damai melalui kerjasama pendidikan.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, menjadi peserta musyawarah dan ikut membicarakan model pendidikan yang bisa membangun budaya damai.
"Saya mengusulkan bahwa budaya damai itu harus dibangun di atas asas keadilan, karena atas dasar keadilan itulah kita bisa menghindari konflik," kata Amirsyah saat diwawancarai Republika menjelang penutupan Musyawarah Nasional Tokoh Antaragama di Hotel Shangri-La, Jumat (13/9) malam.
Dia menjelaskan, upaya mencegah konflik harus didahulukan karena ongkos menyelesaikan konflik yang sudah terjadi akan jauh lebih mahal. Untuk mencegah konflik salah satunya bisa melalui media pendidikan.
Maka harus dibangun pendidikan yang mampu menanamkan karakter bangsa dan nilai-nilai keadilan. Berkaitan dengan itu, dia menekankan pentingnya fasilitas pendidikan bisa dinikmati semua orang Indonesia.
"Pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa, bangsa yang cerdas artinya bangsa yang mampu menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi, sebaliknya bangsa akan tertinggal karena banyak persoalan yang tidak mampu diselesaikan melalui pendidikan," ujarnya.
Amirsyah menyampaikan bahwa budaya damai bisa dibangun melalui pendidikan. Yakni bentuk pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter bangsa dan pendidikan multikultural.
Sehingga dapat tercipta budaya beragama yang aman, ramah, santun, dan damai. Serta budaya beragama yang penuh dengan salam perdamaian. "Tapi budaya damai tidak bisa dibangun kalau nilai-nilai keadilan dalam segala hal tidak bisa diwujudkan," jelasnya.
Oleh sebab itu, dia mengatakan, di dalam musyawarah dibahas juga tentang daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Amirsyah menekankan pentingnya menegakkan keadilan di daerah 3T. Sehingga semua warga negara Indonesia dimanapun dapat menikmati pendidikan sesuai dengan hak mereka.
"Kadilan bisa diartikan pemerataan, bisa juga diartikan menempatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan pendidikan pada daerah-daerah terluar (3T) yang belum terjangkau," kata Amirsyah.