REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak semua pemimpin di era kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah benar-benar jujur dalam mengelola keuangan negara (baitulmal). Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, pendapatan atau pemasukan ke kas negara pun semakin bertambah banyak. Tak heran, bila kemudian urusan keuangan mendapat perhatian utama dari pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.
Pada era kekhalifahan Umayyah, pengelolaan baitulmal yang paling bersih terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu Khalifah Umar II itu berkuasa, tanpa ragu dan pandang bulu semua harta kekayaan para pejabat dan keluarga bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar dibersihkan.
Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Di bidang fiskal, misalnya,Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menggunakan dana di baitulmal (kas negara) untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya.
Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih.
Jalan-jalan di kota Damaskus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damaskus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid di perbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondensi berlangsung lancar. Sehingga, rakyatnya benarbenar hidup sejahtera.
Tak ada lagi yang mengalami kekurangan pangan dan kesusahan. Berkat pengelolaan dana baitulmal yang benar, sampai-sampai para pengelola baitulmal kesulitan lagi mencari orang miskin yang harus disantuni. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang- orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said.
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang.’’ Khalifah Umar memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah. Dalam suratnya dia menyatakan,’’ Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di baitulmal ternyata masih juga banyak uang.’’ Akhirnya, Khalifah Umar memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.
Pada masa Abbasiyah, kepala perpajakan merupakan orang yang terpenting dalam pemerintahan. Pada era dinasti ini, kemajuan tercapai pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Kemajuan dalam sektor perekonomian, perdagangan dan pertanian itu membuat Baghdad menjelma menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu. Dengan kepastian hukum serta keamanan yang terjamin, berbondongbondong para saudagar dari berbagai penjuru dunia bertransaksi melakukan pertukaan barang dan uang di Baghdad. Negara pun memperoleh pemasukan yang begitu besar dari aktivitas perekonomian dan perdagangan itu serta tentunya dari pungutan pajak.
Pemasukan kas negara yang begitu besar itu tak dikorup sang khalifah. Harun Ar-Rasyid menggunakan dana itu untuk pembangunan dan menyejahterakan rakyatnya. Kota Baghdad pun dibangun dengan indah dan megah. Gedung-gedung tinggi berdiri, sarana peribadatan tersebar, sarana pendidikan pun menjamur dan fasilitas kesehatan gratis pun diberikan dengan pelayanan yang prima.