Sabtu 07 Sep 2019 13:50 WIB

MUI: Auditor Halal Harus Kuasai Fatwa MUI

Auditor halal perlu uji kompetensi sebelum dinyatakan dapat melaksanakan tugasnya.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (9/4/2019).
Foto: Antara/FB Anggoro
Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (9/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpesan agar para auditor halal menguasai fatwa-fatwa yang berhubungan dengan standar halal. Auditor halal adalah orang yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pemeriksaan terhadap kehalalan produk.

Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Dewan Syariah Nasional MUI, Aminudin Yakub mengatakan ini penting agar seorang auditor halal dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai ruang lingkup yang dibebankan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) kepadanya.

"Tentu ia harus mempunyai kemampuan dan keahlian dibidangnya," kata dia kepada para calon auditor halal yang menjadi peserta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Auditor Halal di Pusdiklat Kementerian Agama RI di Ciputat (4/9).

Diklat tersebut merupakan diklat substantif auditor halal yang diikuti 60 peserta calon auditor halal dari calon LPH Perguruan Tinggi Negeri dari berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Balitbang Diklat Kementerian Agama RI ini berlangsung dari tanggal 2-8 September 2019.

Setelah calon auditor halal mendapatkan pendidikan dan pelatihan tersebut, mereka harus mengikuti uji kompetensi auditor halal. Ini harus dilalui oleh seorang calon auditor halal dalam prosesnya untuk memperoleh sertifikat auditor halal.

Ranah ini menjadi kewenangan MUI sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Setelah mereka lulus uji kompetensi, maka mereka mendapatkan sertifikat kompetensi dari MUI sebagai auditor halal.

Setelah itu maka mereka baru dapat dinyatakan bisa melaksanakan tugas sebagai auditor halal di LPH. Aminudin mengatakan titik kritis halal dari setiap bahan harus dipahami dengan baik, jangan sampai auditor halal malah tidak memahami hal ini.

Pada kesempatan itu peserta juga mendapatkan pencerahan dari Aminudin tentang standar penyembelihan, Fatwa MUI tentang bahan pangan, dan hal lainnya yang terkait dengan produk halal. Penetapan halal dan haram di Indonesia menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia.

Terkait penyembelihan, Aminudin menjelaskan bahwa penyembelihan hewan dan proses pengolahannya wajib sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Sedangkan pengolahan hewan setelah penyembelihan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan setelah disembelih, yang meliputi antara lain pengulitan, pencicangan dan pemotongan daging.

Apabila penyembelihan hewan dilakukan dengan tidak memenuhi standar penyembelihan yang berkesuaian dengan syariat Islam, maka itu dinamakan gagal penyembelihan. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah.

"Penyembelihan dilakukan dengan satu kali (penyembelihan) dan (dilakukan) secara cepat, dimana mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan, saluran pernafasan dan dua pembuluh darah," kata Aminudin melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement