Rabu 28 Aug 2019 23:20 WIB

Wantim MUI Ajak Bangsa tak Lupakan Peran Umat Islam

Peran umat Islam dalam mendirikan RI cenderung dilupakan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Sejarawan Ahmad Mansyur Surya Negara memaparkan materi dalam Rapat Pleno ke-35 Dewan Pertimbangan Mejlis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Mejlis Ulama Indonesia, Jalan Proklamasi No.51, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sejarawan Ahmad Mansyur Surya Negara memaparkan materi dalam Rapat Pleno ke-35 Dewan Pertimbangan Mejlis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Mejlis Ulama Indonesia, Jalan Proklamasi No.51, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, meminta agar tidak ada pihak-pihak yang berupaya menghilangkan jejak Islam dari sejarah Indonesia dengan sengaja membuat tipu daya. Jika itu tetap dilakukan, menurutnya, maka justru bisa merugikan Indonesia sendiri.

"Umat Islam, ormas-ormas Islam, ulama-ulama, mari kita hadirkan keyakinan dan kesadaran betapa keislaman dan keindonesiaan itu tak terpisahkan. Maka perlu kita berjuang dalam bingkai NKRI, yang berdasarkan Pancasila, yang datang dari tokoh Islam yang sarat dengan muatan nilai keislaman," kata dia.

Baca Juga

Din menyampaikan hal itu pada Rapat Pleno ke-42 Dewan Pertimbangan MUI dengan tema "Peran Umat Islam yang terlupakan dalam Pembentukan Negara RI" di kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/8)

Wantim MUI, kata Din, memberi rekomendasi kepada MUI untuk bersama-sama dengan Wantim MUI melanjutkan pencerahan kepada bangsa ini terkait sejarah yang hakiki, sejati dan benar tentang kehidupan kebangsaan Indonesia.

"Maka pada kongres umat Islam Indonesia yang akan datang, 2020, baik adanya untuk menjadi tema dan fokus pembicaraan meluruskan sejarah bangsa. Dan sekaligus hal yang sama, umat Islam harus meluruskan kiblat bangsa sesuai cita-cita nasional," tutur dia.

Din juga menyinggung soal deviasi, distorsi, dan disorientasi serta penyimpangan pada saat ini. Menurutnya hal tersebut merupakan bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pihak yang ingin mengklaim secara sepihak terhadap Pancasila dan Binneka Tunggal Ika.

"Dalam nada menuduh khususnya Islam dan umat Islam. Karena itu, saya kira sekali lagi, mari bersama-sama, tentu ini semua harus menjelma alam orientasi kehidupan kebangsaan kita yang menegakkan keadilan memberikan tempat yang wajar bagi Islam dan umat Islam," ujarnya.

Din mengatakan, jika umat Islam tidak mendapatkan proporsi yang sewajarnya, ini akan mengganggu keseimbangan nasional sehingga bisa menciptakan kegoyangan "Mohon dipahami semua pihak khususnya pemangku amanat," ucapnya.

Dalam rapat pleno kali ini, Wantim MUI mengundang sejarah Muslim Indonesia, Ahmad Mansur Suryanegara, yang merupakan penulis buku sejarah "Api Sejarah". Mansur mengungkapkan, ada satu usaha untuk melakukan deislamisasi dalam sejarah Indonesia.

"Jadi misalnya mestinya yang bertindak itu adalah Islam, pelakunya adalah Islam, tapi dihilangkan dan diganti dengan yang lain," ujarnya saat di kantor MUI.

Contohnya, jelas Mansur Suryanegara, yang memimpin gerakan nasional itu seharusnya adalah Sarekat Islam. "Tetapi Budi Oetomo yang menentang gerakan Islam, yang menentang gerakan kemerdekaan, yang dia itu membantu Belanda, justru dianggap pelopor kebangkitan nasional. Jadi (sejarahnya) berantakan sekali," jelas dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement