Jumat 16 Aug 2019 22:18 WIB

MUI Jatim Menyambut Pemberlakuan UU JPH

Banyak pihak yang semakin sadar dan peduli pada penyediaan produk halal.

Red: EH Ismail
Sekretaris MUI Jatim Ustaz Ainul Yaqin sedang berbicara dalam sebuah pertemuan
Foto: Dokpri
Sekretaris MUI Jatim Ustaz Ainul Yaqin sedang berbicara dalam sebuah pertemuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia wilayah Jawa Timur siap menyambut pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Peraturan perundang-undangan itu menjadikan negara hadir dalam menyelenggarakan sertifikasi dan jaminan halal yang selama ini dipegang oleh lembaga non-pemerintah.

“Sertifikasi halal selama ini identik dengan MUI. Dulu tidak ada yang mikirin,” kata Ust Ainul Yaqin, sekretaris umum MUI Jatim dalam keterangan tertulis kepada Republika pada Jumat (16/8).

Ketika ada isu lemak babi tahun 1988, MUI berinisiatif membentuk LPPOM untuk melakukan sertifikasi halal. Sekarang sudah ada undang-undang jaminan produk halal, yaitu UU No. 33 tahun 2014, walaupun PPnya terlambat terbit karena baru muncul bulan Mei 2019 yang lalu. Dulu MUI bekerja sendiri mengemban amanah mengawal produk halal. Sekarang negara hadir dengan adanya UU ini.

Berdasarkan UU yang baru ini, ada banyak lembaga yang ikut mengelola sertifikasi halal. Mungkin ini bisa menimbulkan rantai birokrasi yang panjang, tetapi tetap ambil positifnya, dan bersyukur. Karena hal ini menunjukkan bahwa banyak pihak yang semakin sadar dan peduli pada penyediaan produk halal. Mudah-mudahan bulan Oktober yang akan datang UU ini bisa benar-benar direalisasikan sesuai dengan targetnya.

Ustaz Ainul juga menyampaikan, dulu sertifikat halal sifatnya sukarela, tidak ada kewajiban, sehingga sekalipun berjalan hampir 30 tahun, perusahaan yang bersertifikat halal masih relatif sedikit. Ke depan ada harapan yang lebih baik karena sertifikat halal wajib, dengan diwajibkan bisa lebih efektif, sehingga perusahaan-perusahaan yang belum mau mensertifikatkan halal akan terdorong untuk melakukannya.

Berdasarkan UU Jaminan Produk Halal, yang mengelola sertifikasi halal bukan MUI lagi, tapi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yaitu sebuah lembaga baru yang ada di bawah kementerian agama. Sedangkan lembaga yang memeriksa atau mengauditnya adalah LPH atau lembaga pemeriksa halal yang dapat dibentuk oleh pemerintah ataupun  oleh masyarakat. Sementara itu, tugas MUI hanya mengeluarkan fatwanya saja. BPJPH lah yang mengkoordinir semua.

Untuk menyongsong UU JPH ini, MUI Jawa Timur sudah mempersiapkan pembentukan LPH-LPH di tiap-tiap kabupaten/kota. “saya sudah menghubungi MUI-MUI Kabupaten/kota untuk mempersiapkan itu”, kata Ust Yaqin di kantor MUI Jatim. Kenapa di kabupaten/kota, kata Ustadz Yaqin, agar mendekati dengan pihak yang dilayani yaitu para produsen di daerah. Prinsipnya yang bisa dipermudah jangan dipersulit karena sabda Nabi Saw menyampaikan, “kalian diperintah untuk membuat kemudahan bukan membuat kesulitan”. Kendati demikian tidak berarti memudah-mudahkan sehingga yang haram dicari-cari upaya agar bisa halal, tentu tidak boleh seperti itu.

Untuk membuat LPH-LPH, MUI Jatim meminta MUI Kabupaten / Kota membangun jaringan dengan perguruan tinggi dan pondok pesantren, sehingga ada sinergi, dan semua stakeholder bisa terlibat bersama-sama. “MUI siap menunggu kerja sama dengan BPJPH, karena sekarang tongkatnya ada di BPJPH”, kata Ust Ainul. “Kita berharap dan berdoa, semoga BPJPH yang diberi amanah bisa bekerja efektif dan tangkas”, pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement