Rabu 14 Aug 2019 19:19 WIB

Terasing di Dunia

Kehidupan di dunia ibarat singgah saja

Gurun Sahara. Ilustrasi
Foto: Reuters
Gurun Sahara. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Munandar Riswanto     

Salah satu petuah yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya tentang dunia adalah kita harus hidup di dunia bagaikan orang asing atau orang yang sedang menyeberang jalan. Rasulullah SAW bersabda, ''Tinggallah kamu di dunia seperti orang asing atau yang menyeberangi jalan.'' (HR Al-Bukhari).

Baca Juga

Syaikh Al-Bassam menerangkan bahwa setiap orang pasti tidak akan rindu, tenang, dan nyaman di negeri asing. Ia tidak akan bersaing dengan penduduk asli untuk memuaskan keinginannya.

Ia pun selalu berusaha untuk tidak melakukan peraturan yang menyalahi kebiasaan negeri asing tersebut. Karena, jiwanya selalu rindu dan ingin pergi ke kampung halamannya sendiri.

Begitupun dengan orang yang menyeberang jalan. Ia tidak akan merasa tenang kecuali jika telah sampai ke tempat asal dan berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya. Agar keselamatannya terjaga, ketika menyeberang pun ia akan berhati-hati.

Negeri asing dan tempat menyeberang adalah dunia. Sedangkan negeri sendiri dan tempat tinggal hakiki adalah akhirat. Secara bahasa, dunia diambil dari kata dana-yadnu, yang berarti dekat atau rendah. Sedangkan akhirat berasal dari kata akhara-ya'khuru yang berarti terakhir.

Ini berarti, jika kita mengambil yang terakhir, maka yang dekat pasti teraih. Namun, jika kita hanya meraih yang dekat, yang terakhir belum tentu teraih. Jika akhirat diraih, dunia pasti tergapai. Namun, jika dunia saja yang digapai, akhirat pasti lepas.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW mengumpamakan kehidupan dunia seperti orang yang kepanasan, kemudian berteduh di bawah pohon lalu pergi. ''Perumpamaanku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada hari panas kemudian berteduh sebentar di bawah pohon lalu pergi dan meninggalkannya.'' (HR Ahmad).

Karena hanya sebagai tempat asing dan jalan untuk menyeberang, dunia berarti bukanlah tujuan. Jika dijadikan sebagai tempat tinggal, kita pasti tidak akan pernah sampai ke negeri sendiri, yaitu akhirat. Hal tersebut pun berarti bahwa segala kenikmatan yang ada di dunia, tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kenikmatan yang ada di akhirat.

Namun sayang, karena akhirat terasa jauh, kebanyakan manusia justru lebih senang hidup di negeri asing dan tempat penyeberangan jalan. Manusia lebih memilih kenikmatan dunia yang temporal daripada kenikmatan akhirat yang abadi dan tiada batas.

Padahal, Allah SWT telah menerangkan, ''Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia.'' (QS Adhdhuha [93]: 4).

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement