REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nanat Fatah Natsir
Allah SWT telah memilih empat hari yang istimewa.
Pertama, Jumat karena di dalamnya ada waktu dikabulkannya doa. Siapa saja orang beriman yang berdoa kepada Allah, baik mengenai urusan dunia maupun akhirat, Sang Khaliq pasti akan mengabulkannya.
Kedua, hari Arafah. Allah berfirman kepada malaikat, "Lihatlah hamba-hamba-Ku yang datang dari berbagai penjuru dunia dengan berlumuran debu. Mereka telah menafkahkan hartanya dan melelahkan badannya. Saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni mereka."
Ketiga, hari Idul Fitri. Ketika kaum Muslimin berpuasa pada bulan Ramadhan, mereka mengakhirinya dengan merayakan Idul Fitri dan melaksanakan shalat Id.
Keempat, hari Idul Adha. Pada hari itu, seorang hamba berkurban hanya mengharap ridha Allah SWT.
Setiap tetes darah dari hewan kurban yang disembelihnya merupakan penghapus dosa-dosanya. Allah berfirman kepada para malaikat, "Setiap orang yang beramal pasti mengharapkan balasan. Oleh karena itu, saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni mereka semua."
Para malaikat berseru, "Wahai umat Muhammad, pulanglah karena Allah telah mengganti keburukan kalian dengan kebaikan."
Riwayat yang disarikan dari buku Menyingkap hati, Menghampiri Ilahi: Ziarah Ruhani Bersama Imam al-Ghazali itu menjelaskan bahwa Idul Kurban adalah hari yang istimewa di sisi Allah.
Setiap Muslim yang memiliki keluasan rezeki disunahkan untuk menyembelih hewan kurban sebagai upaya untuk mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta.
Dua Tipe Manusia
Sesungguhnya, ada dua tipe manusia yang berkurban. Dalam Alquran dijelaskan, ada seseorang yang berkurban dengan tulus sehingga kurbannya diterima oleh Allah SWT.
Ada pula yang berkurban dengan setengah hati sehingga kurbannya sia-sia, tanpa mendapatkan ridha Allah.
Tipe pertama diwakili oleh Habil (demikian banyak narasi sejarah menyebutnya) anak Nabi Adam yang mengorbankan harta miliknya yang paling berharga, yaitu kambing yang gemuk dan besar. Ia mempersembahkannya kepada Allah dengan tulus ikhlas untuk mendapatkan ridha Sang Khalik.
Tipe kedua adalah Qobil anak Nabi Adam yang lain. Meski ia seorang petani kaya, Qabil berkurban dengan segenggam gandum yang kering dengan niat setengah-setengah.
Hasilnya, Allah menerima kurban Habil dan menolak persembahan Qabil. Kisahnya dijelaskan dalam surah al-Maidah [5] ayat 27. Mudah-mudahan ibadah kurban kita pada Idul Kurban 1431 H ini, termasuk pada tipe Habil yang berkurban dengan ikhlas dan tulus untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Semoga.