Senin 05 Aug 2019 16:32 WIB

Mengenal Islam di Negeri Tirai Bambu

ubungan antara umat Islam di Nusantara dan Cina sudah berlangsung sejak lama.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Muslim Cina
Muslim Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hubungan antara umat Islam di Nusantara dan Cina sudah berlangsung sejak lama karena tak terlepas dari peran dakwah ulama. Beberapa di antara Wali Songo juga memiliki hubungan darah dengan orang-orang Cina.

Karena itu, masyarakat Indonesia perlu kiranya mengetahui kehidupan umat Islam di Negeri Tirai Bambu tersebut. Buku berjudul Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkokini memberikan gambaran tentang kehidupan umat Islam di Cina.

Buku ini bahkan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang kerap dimunculkan oleh umat Islam Indonesia akhir-akhir ini, seperti benarkah menjalankan ritual keagamaan dilarang di sana? Bagaimana perkembangan pendidikan, ekonomi, serta sains dan tekonologi di Cina? Bagaimana relasi antar masyarakat Indonesia dan Cina saat ini?

Buku ini ditulis oleh santri Indonesia yang tengah melanjutkan pendidikannya di Cina, mulai dari S-1 sampai S-3. Para penulis merupakan santri-mahasiswa yang tergabung dalam kepengurusan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Cina. Dalam buku ini, mereka mengulas keislaman di Cina berdasarkan pengalaman dan latar belatang keragaman studi mereka.

Penjelasan buku ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama menceritakan pengalaman penulis tentang keis laman di Cina. Bagian kedua mengulas pe nga laman saat akan berguru hingga Negeri Tirai Bambu. Bagian ketiga mengulas ten tang persaudaraan bangsa Indonesia dan ma syarakat Cina. Bagian terakhir mengulas tentang kehidupan santri dalam merawat tradisinya di sana.

Ekspresi pemikiran penulis buku ini akan memberikan pencerahan kepada pembaca tentang Islam dan sisi kehidupan umat Islam di Cina yang sebenarnya. Pasalnya, akhir-akhir ini masyarakat Islam di sana selalu diisukan tertindas sehingga tidak sedikit masyarakat Muslim Indonesia yang ikut menebar kebencian kepada Cina.

Salah seorang penulis buku ini, Alief Ilham Akbar, menceritakan pengalamannya terkait kehidupan umat Islam di sana. Menurut pengalamannya, Islam dan agama lain yang ada di sana sebenarnya didukung oleh pemerintah.

Dia mencontohkan Kota Hangzhou, ibu kota Provonsi Zhejiang. Menurut Alief, di kota tersebut terdapat masjid besar yang berumur ribuan tahun, yaitu Zhenjiao. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang dibangun sekitar abad 7-8 Masehi.

Selain itu, ada juga masjid besar yang baru dibangun pada 2017 lalu. Bangunan ini sekelas masjid agung di kota-kota Indonesia. Pada bulan suci Ramadhan, kedua masjid ini menyedikaan takjil dan buka puasa gratis selama satu bulan penuh dengan hidangan yang cukup mewah.

Tidak hanya itu, menurut dia, pelajar Muslim di kota itu juga tidak pelu khawatir dengan makanan halal karena di setiap universitas selalu ada di kantin halal, antara lain makanan khas suku Hui dan makanan khas suku Xinjiang.

Dalam ulasannya, Alief juga menegaskan bah wa umat Islam di sana bisa leluasa beribadah, tidak seperti yang diberitakan media massa selama ini. Karena itu, menurut dia, sebenarnya pemerintah tidaklah anti-Islam.

Peraih gelar MPA dari Zhejiang University ini mengatakan, kebebasan beragama di sana juga dijamin dengan baik oleh regulasi yang ada selama tidak menimbulkan risiko, menantang, atau membahayakan negara. Menurut dia, otoritas setempat tidak mempunyai masalah dengan Islam sebagai agama atau umat secara umum.

Namun, menurut dia, Pemerintah Cina meng hadapi masalah yang sangat besar terhadap gerakan separatisme dan terorisme yang berpusat di Xinjiang, yang digerakkan oleh sekelompok etnis Uighur yang tinggal di sana.

Dia menjelaskan, gerakan itu memang kerap melakukan aksi-aksi terorisme di dalam maupun luar Cina. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menjadi jihadis dan bergabung dengan organisasi teroris yang bengis seperti ISIS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement