Ahad 04 Aug 2019 04:03 WIB

Zaynab Shahda, Kaligrafer Andalan Abad Pertengahan

Seni Islam yang berkembang pesat sejak dulu, di antaranya kaligrafi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Agung Sasongko
Seorang karyawan toko frame merapihkan display kaligrafi di tokonya di Jakarta, Senin (21/3).
Foto: Republika/ Darmawan
Seorang karyawan toko frame merapihkan display kaligrafi di tokonya di Jakarta, Senin (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak hanya ilmuwan, peradaban Islam pun melahirkan sejumlah seniman hebat dengan karya penuh makna. Kemampuan mereka di bidang seni dan sastra dikenal sangat tinggi.

Seni Islam yang berkembang pesat sejak dulu, di antaranya kaligrafi atau khat sehingga banyak Muslim yang berupaya mempelajari seni menulis indah ini. Baik pria maupun wanita, mereka yang ahli membuat kaligrafi disebut khathath.

Bidang seni ini memang tak hanya digeluti oleh pria, tapi juga kaum wanita. Beberapa buku menyebut kan, jumlah kaligrafer wanita tak lebih dari 20 orang. Hanya, sumber sejarah lainnya menyatakan, ada ribuan kaligrafer perempuan yang tersebar di dunia, terutama Anda lusia. Ribuan kaligrafer Muslimah ini tak tercatat karena kabarnya mereka sengaja menyembunyikan identitasnya.

Salah satu khathath atau kaligrafer wanita yang paling terkenal bernama Zaynab Shahda. Ia merupakan putri Abu Nasr Ahmad bin Al Faraj. Perempuan yang dikenal pula dengan nama Fahrunnisa, Sittud Dar, serta Al Katiba tersebut lahir di Baghdad. Sementara keluarganya ber asal dari Dinawar.

 

Tak sekadar mahir menulis kaligrafi, Zaynab pun ahli dalam bidang hukum, sains, dan hadis. Dia bahkan telah menerima pelajaran sekaligus mendapatkan ijazah dari para ilmu wan penting pada abad kelima Hijri yah. Sebut saja Abu Al Hattab Nasr bin Ahmad Al Brutruvani serta Abu Abdullah Hussain bin Ahmad bin Talha An Niali.

Sumber lain turut menyebutkan, Zaynab merupakan murid dari Muhammad bin Abdul Malik yang nota bene merupakan seorang guru dari Mesir. Pada Abad Pertengahan, per kembangan seni Islam memang ber kembang pesat, khususnya di Kera jaan Turki Utsmani dan Kerajaan Mughal. Meski begitu, untuk mendapatkan gelar khathath pada masa itu tak mudah.

Begitu banyak proses yang harus dilalui seseorang yang ingin mendapat ijazah tersebut. Selanjutnya, perlu menempuh pendidikan panjang sebelum akhirnya resmi menjadi kha thath, Zaynab pun melewati semua proses tersebut. Sampai akhirnya dia menciptakan Husn Al Khatt, salah satu karyanya yang paling terkenal.

Pada zamannya, sang mujahidah memiliki posisi cukup terhormat sebab diangkat menjadi guru khalifah terakhir Daulah Abbasiyah, yakni Yaqut. Zaynab juga sempat menjadi kaligrafer di Istana Musa.

Banyak orang datang menemui Zaynab untuk belajar kaligrafi. Se telah lulus, Zaynab kemudian memberikan semacam sertifikat atau ija zah. Zaynab makin tenar saat men dapat gelar Siqat Ad Dawla karena hubungannya dengan seorang kha lifah Abbasiyah bernama Al Muk tafibillah. Walau demikian, ia tak pernah berhenti belajar.

Perempuan salehah tersebut meng hembuskan napas terakhirnya pada usia 100 tahun di Baghdad. Be liau meninggalkan sejumlah karya buku serta madrasah. n 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement