Kamis 01 Aug 2019 06:00 WIB

Kata Din Syamsuddin Soal 'Kafir' dalam Terjemahan Alquran

Din meminta istilah kafir dalam terjemahan Alquran terkini tak perlu jadi non-Muslim

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin bersama Kepala Bidang Lajnah Pengkajian Al Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Kementerian Agama Abdul Aziz Sidqi memberikan paparan saat rapat pleno ke-41 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (31/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin bersama Kepala Bidang Lajnah Pengkajian Al Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Kementerian Agama Abdul Aziz Sidqi memberikan paparan saat rapat pleno ke-41 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Din Syamsuddin berpandangan bahwa ada istilah-istilah yang tercantum di dalam Alquran tidak dapat dialihbahasakan. Pendapat itu disampaikannya di sela-sela rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) yang bertajuk "Memahami Terjemahan Alquran Kementerian Agama" di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (31/7).

"Saya kira, ada istilah di dalam Alquran yang tidak bisa dialihbahasakan kecuali menurut bahasa aslinya (bahasa Arab), seperti qul yaa ayyuha al-kaafiruun, 'Wahai orang-orang kafir.' Itu (istilah kafir --Red) tidak bisa dialihbahasakan menjadi non-Muslim," kata Ketua Wantim MUI itu kepada Republika.co.id, Rabu (31/7).

Baca Juga

Dalam hal ini, lanjut dia, mempertahankan istilah yang ada sebagaimana tercantum di dalam Alquran lebih sopan dan santun. Din sendiri berpendapat, penyebutan kafir sebenarnya lebih proporsional dibandingkan dengan sebutan non-Muslim.

Kata muslim berarti 'selamat'. Dengan demikian, istilah non-Muslim berarti 'orang yang tidak selamat.' Karena itu, yang muncul dari mengganti istilah kafir dengan non-Muslim justru nuansa makna peyoratif.

Maka dari itu, Din meminta, kata kafir dalam terjemahan Alquran terkini versi Kementerian Agama (Kemenag) tetap dipertahankan. Kafir tak perlu diganti dengan kata non-Muslim di dalam teks terjemahan Alquran 2019.

 

Kata Khalifah

Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 itu meneruskan, perlakuan yang sama hendaknya juga diterapkan pada kata khalifah di dalam teks terjemahan Alquran. Kata khilafah juga, menurut dia, seyogianya tetap dibiarkan, tak perlu diganti-ganti dengan kata atau istilah lain.

Di dalam surah al-Baqarah ayat 30, misalnya. Menurut teks terjemahan Alquran versi Kemenag edisi 2002, kata khalifah diberi catatan kaki. Dalam catatan kaki itu, khalifah bermakna 'pengganti', 'pemimpin', atau 'penguasa.' Memang demikian halnya keterangan dari pelbagai kitab-kitab tafsir.

"Cuma saya tidak tahu (dalam terjemahan Alquran edisi tahun 2019  --Red) itu (kata khalifah) diubah atau tidak. Kalau feeling saya, enggak akan diubah. Nah, pesan saya, jangan terjemahan (Alquran) itu nanti dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan nonkeagamaan, pertimbangan politik khususnya. Sudahlah, itu murni keagamaan," papar dia.

Terpisah, Kepala Bidang Pengkajian Alquran dari Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Abdul Aziz Sidqi menegaskan, kata kafir di dalam terjemahan Alquran terkini akan tetap dipertahankan. Tidak perlu mengganti terjemahan kata kafir menjadi non-Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement