Sabtu 27 Jul 2019 04:04 WIB

Penyesalan Seorang Ayah

Penyesalan adalah pintu untuk meraih ampunan Allah SWT

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung

Seusai khutbah Idul Fitri yang lalu, penulis dihampiri seorang jamaah berusia sekitar 60- an. Masih terlihat bekas linang air mata di wajahnya yang diliputi kesyahduan atau karena menahan kesedihan. Dengan santun ia berujar, "Ustaz, sekiranya anak saya ikut shalat dan mendengarkan khutbah tadi, mungkin akan terbuka hati dan pikirannya."

Beliau pun berkisah soal anaknya. "Dahulu, saya berusaha sekuat tenaga dan biaya agar ia masuk sekolah favorit dan mahal. Saya memikirkan masa depannya agar mendapatkan pendidikan terbaik dan menjadi orang yang sukses. Tetapi, saya tidak membekalinya dengan pendidikan agama Islam, baik di rumah maupun di sekolah. Sekarang, ia sudah berkeluarga dan hidup mapan. Belakangan, saya menyadari telah melakukan kesalahan. Anak saya tidak mau shalat, termasuk shalat Id hari ini. Walaupun berjaya, tetapi ia tidak taat kepada Allah SWT, dan berbakti kepada orang tua".

Kemudian, ia bertanya, "Apa yang harus saya lakukan?" Penulis pun berusaha menenangkan. "Penyesalan adalah pintu untuk meraih ampunan Allah SWT atas segala kekhilafan di masa lalu. Semua sudah terjadi, tinggal kita mohon ampun dan berdoa sungguhsungguh, kiranya ia diberi hidayah. Betapa pun besarnya kesalahan, kita tak boleh putus asa dari rahmat Allah. (QS 39:53-54).

Penyesalan seorang ayah tersebut mengingatkan kita akan pesan Nabi Muhammad SAW bahwa orang tua berperan besar dalam mendidik anaknya. Anak itu bagai benih yang tumbuh kembangnya sangat bergantung pada sikap dan kemauan orang tuanya (QS 66: 6). Jika dijaga dan diasuh dengan baik, ia akan tumbuh dengan baik. Namun, jika dibiarkan tanpa perawatan, ia pun akan layu dan rusak. (HR Bukhari).

Dr Abdul Aziz Bin Fauzah dalam buku, "Aturan Islam tentang Bergaul dengan Sesama", menegaskan, mengasuh dan memelihara anak dijadikan Allah SWT sebagai amanah di pundak para orang tua (QS 8: 27-28). Perkara yang paling berat di dunia ini adalah amanah, dan amanah yang paling berat adalah anak-anak kita. Memang, mereka menjadi penyejuk mata, buah hati, dan pelita kehidupan dunia. (QS 25: 74). Akan tetapi, jika salah mendidiknya, mereka bisa berubah menjadi fitnah, penghalang dari Allah SWT, bahkan musuh yang menyengsarakan (QS 64: 14-15, 63: 9).

Sebenarnya, memasukan anak ke sekolah unggulan tentulah harapan setiap orang tua. Namun, jika sekolah itu tidak mengajarkan akidah, syariah, dan adab, itu bukan sekolah terbaik. Sebab, prinsip utama pendidikan anak dalam Islam adalah menanamkan akidah tauhid, mengajarkan ibadah yang benar dan keteladanan dalam akhlak karimah (QS.31:12-19). Ketika kurikulum utama tersebut tumbuh dengan baik, ilmu pengetahuan apa pun akan mudah diserap dan dikembangkan. Insya Allah, kelak mereka akan menjadi pribadi yang beriman, berilmu, beramal, dan berakhlak mulia.

Mendidik itu bagai menanam pohon. Seorang ayah adalah penanam dan ibu menjadi lahan. Butuh waktu yang tepat, pupuk, dan air untuk menyuburkan, pagar yang menjaga, bahkan obat pestisida yang melindungi dari hama yang mematikan. (QS.14:24-26). Lalu, doa dan tawakal kepada Sang Pemilik Kehidupan seperti Nabi Ibrahim AS agar dikaruniai anak-anak yang saleh. (QS 14: 40, 37: 100).

Pepatah lama mengingatkan, "Siapa yang menanam, ia akan memanen". Artinya, apa yang kita tanam, itulah yang dipanen. Kiranya, kita tidak salah menanam agar tidak menyesal sepanjang hayat, seperti penyesalan seorang ayah di penghujung hidupnya. Allahu A'lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement