Rabu 17 Jul 2019 20:22 WIB

Membedah Kitab al-Maqamat Karya al-Hariri

Dalam kitab al-Maqamat, al-Hariri menyajikan anekdot retoris.

Ilustrasi Ilmuwan Muslim
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Ilmuwan Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Namun, tak bisa dimungkiri, al-Maqamat-lah yang melambungkan nama al-Hariri dalam ranah ilmu. Maqamat memuat gubahan sastra genre baru yang tumbuh pada masa Abbasiyyah. Pada masa sebelumnya, perkembangan sastra di dunia Islam tak lepas dari peran al-Jahiz (771-836).

Ia mengawalinya dengan mengenalkan jenis prosa ilmiah atau seni retorika. Tokoh bergelar guru sastrawan Baghdad ini pun memiliki karya fenomenal, al-Hawayan.

Kitab itu merupakan antologi anekdot binatang, etika, dan kemasyarakatan. Kontribusi terbesarnya mewujud ketika al-Jahiz menyusun buku ensiklopedi sastra berjudul

al-Bayan wa al-Tabyin. Pada masa berikutnya, muncul bentuk sastra baru yang dinamakan dengan maqamat.

Jenis sastra ini dipelopori oleh seorang filsuf dan sastawan berpengaruh bernama Badi Zaman al-Hamadzani (969-1007). Lalu, genre baru ini segera memperoleh tempat di lingkup penyair Arab era tersebut. Dalam konteks ini, sastra bukan lagi sekadar retoris, melainkan sudah berbentuk cerita dan diterapkan dalam jenis prosa-prosa modern.

Penyebarannya juga semakin diterima luas, mencakup sebagian besar negeri-negeri Islam. Tak heran jika banyak sastrawan yang akhirnya mengembangkan maqamat. Di antara sastrawan yang paling fenomenal dalam bidang ini adalah al-Hariri. Ia menjadikan karya al-Hamadzani sebagai model.

Dalam kitab al-Maqamat, al-Hariri menyajikan anekdot retoris sebagai cara untuk menyuarakan kritik sosial terhadap kondisi sosial yang ada, di samping juga sebagai pesan moral. Menurut Philip K Hitti dalam bukunya History of the Arabs, karya al-Hariri memuat banyak karya sastra yang elegan.

Anekdot retoris yang terdapat dalam kitab al-Maqamat membuat karya ini semakin istimewa dan dianggap sebagai karakteristik paling penting. “Sejak masa al-Hamadzani dan al-Hariri, karya sastra dalam bentuk maqamat menjelma menjadi bentuk sastra yang paling sempurna,’’ ujar Hitti.

Saat mengembangkan jenis sastra ini, al-Hariri sedikit menyempurnakan karya-karya yang telah dituliskan oleh al-Hamadzani. Dia mengubah karya itu dengan turut mementingkan pesan, ide,maupun makna sehingga bukan sekadar pertunjukan kemampuan sastra.

Sejatinya, buku yang ditulis al-Hariri lebih berupa karya tulis bernuansa drama berbahasa Arab. Ini adalah sebuah karya bahasa yang belum pernah terlihat sebelumnya. Kisah-kisah berbahasa Spanyol dan Italia yang mengangkat epik realis dan kepahlawanan, dinilai memiliki kedekatan dengan karya al-Hariri ini.

Catatan lain mengungkap, karya al-Hariri bisa dianggap juga sebagai sebuah perempuan aktual tentang kehidupan. Karena di dalamnya berisi pula cerita pendek dan memiliki tokoh cerita. Akan tetapi, satu hal yang membuat karya ini begitu dikagumi terletak pada keindahan bahasanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement