REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) menyampaikan bahwa produk halal baik untuk orang-orang Muslim dan non-Muslim. Begitu pula dengan servis pariwisata halal yang baik untuk semua orang, maka apa yang dimaksud pariwisata halal harus disampaikan ke publik dengan benar agar tidak keliru memaknainya.
Chairman of IHLC, Sapta Nirwandar menjelaskan, syariah adalah hukum Islam, kalau berbicara tentang hukum Islam ada yang beranggapan aturan dalam Islam menakutkan karena sangat ketat. Penggunaan nama pariwisata halal menurut orang-orang dianggap sedikit lebih lunak daripada penggunaan nama wisata syariah.
"Karena halal boleh untuk semuanya, dalam konteks (halal) ini (menurut) surat Al-Baqarah itu halal untuk semua manusia, halal baik untuk orang Islam baik juga buat non-Islam," kata Sapta kepada Republika usai Focus Group Discussion (FGD) Halal Tourism Indonesia di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu (10/7).
Ia menjelaskan, karena halal untuk semua orang, maka pengertian halal menjadi tidak eksklusif. Sebagai contoh orang yang non-Muslim tidak dilarang menginap di hotel halal. Untuk menjelaskan tentang pariwisata halal kepada masyarakat agar tidak salah persepsi adalah pekerjaan bersama semua pihak.
Ia mengatakan, harus disampaikan kepada publik tentang pengertian pariwisata halal. Sebab pariwisata halal bukan bagian dari proses Islamisasi. "Halal untuk semua orang, syariah untuk Muslim karena itu aturan untuk Muslim karena itu tema halal lebih lembut," ujarnya.