Rabu 03 Jul 2019 07:17 WIB

Kemampuan untuk Memilih

Kemampuan itu yang membedakan manusia dengan hewan bahkan malaikat.

(ilustrasi) manusia
Foto: tangkapan layar google
(ilustrasi) manusia

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS al-Baqarah [2]: 30).

Dalam tafsir Al Munir, Wahdah Az Zuhaili mengatakan, kata 'ataj'al' yang berasal dari kata dasar 'ja'ilun' dalam ayat tersebut merupakan bentuk pernyataan keheranan (ta'ajub). Malaikat dalam kisah tersebut heran mengapa yang dijadikan sebagai khalifah adalah para pelaku maksiat dan bukannya orang-orang yang taat. Az Zuhaili pun menjelaskan, perbuatan- perbuatan mereka untuk merusak dan menumpahkan darah timbul dari kehendak mereka sendiri.

Manusia memiliki kandungan bahan penciptaan yang berasal dari tanah liat. Bahan ini pun menjadi bagian dari mereka. Siapa pun yang keadaannya demikian, dia akan lebih dekat kepada kesalahan. Karena itu, malaikat heran dengan keputusan Allah SWT mengapa manusia dijadikan khalifah di muka bumi. Mengapa khalifah di ciptakan bukan dari kalangan yang se nan tiasa taat? Padahal, Allah Tuhan Maha bijaksana dan pemilik kehendak terbaik.

Allah SWT memberi manusia akal dan pikiran. Nabi Adam AS diberikan pengetahuan dari Allah SWT sehingga mampu memberi nama-nama benda-benda. Karena itu, Allah SWT menjawab keheranan para malaikat lewat bukti.

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orangorang yang benar!' Mereka menjawab: 'Maha suci Engkau, tidak ada yang kami keta hui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkau lah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS al-Baqarah [2]: 31-32).

Menurut Az Zuhaili, ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT mengadakan ujian bagi para malaikat untuk membuktikan ke tidakmampuan mereka dan menggugurkan anggapan mereka bahwa mereka lebih pantas menjadi khalifah dibanding manusia. Ujian ini diadakan setelah Allah terle bih dahulu mengajarkan Adam nama benda-benda materiil (seperti tumbuhan, ben da mati, manusia dan hewan) yang akan mendiami dunia ini. Allah lantas memperlihatkan benda-benda yang sudah bernama itu kepada malaikat atau Dia memperlihatkan beberapa contoh kepada mereka.

Malaikat pun tidak memiliki kemampuan untuk menyebut nama-nama itu. Akhirnya, mereka pun berkata, "Wahai Tuhan kami, Mahasuci Engkau! Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha Menge tahui segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua tindakan."

Dalam keterangan ini, ada isyarat bahwa Adam lebih utama daripada malaikat. Dia dipilih dan diajari perkara yang tidak di ketahui para malaikat. Para malaikat pun tidak dapat membanggakan diri atas Adam karena tidak mampu menyebutkan nama benda-benda itu.

Mereka menyadari rahasia di balik penunjukan Adam dan keturunannya sebagai khalifah. Mereka pun sadar tidak cocok untuk mengurusi hal-hal yang bersifat materi. Padahal, dunia tidak bisa bertahan tanpanya. Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan Adam dari tanah liat. Materi pun menjadi bagian dari dirinya.

Dengan pengetahuannya itu, manusia bisa memilih untuk berbuat. Apakah dia ingin berbuat baik atau buruk. Tak terkecuali untuk memilih agama. Semua diserahkan kepada manusia. "Tidak ada paksa an dalam beragama. Telah jelas jalan yang be nar dan jalan yang sesat..." (QS al-Ba qarah [2]: 256). Quraish Shihab dalam tafsir Al Mishbah menjelaskan, ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya, yakni ayat kursiy (QS al-Baqarah [2]: 255). Ayat itu menunjukkan siapa Allah yang Mahahidup, Mahakekal, dan terus-menerus mengurus makhluk-Nya.

Setelah itu, Allah berfirman tentang tidak ada paksaan dalam menganut agama. Mengapa harus memaksa, padahal Allah tidak membutuhkan sesuatu. Allah tidak membutuhkan dukungan dari manusia yang memilih agama. Karena itu, Allah mem bebaskan manusia untuk memilih agamanya. Hanya, Allah dengan tegas menjelaskan konsekuensi pilihan-pilihan tersebut. Bukankah setelah ayat itu Allah berfirman, "Telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat."

Setelah menjatuhkan pilihan, katakanlah seseorang memilih akidah Islam, dia pun terikat dengan tuntunan-tuntunannya. Dia berkewajiban melaksanakan perintahperintahnya. Dia terancam sanksi bila me langgar ketetapannya. Dia tidak boleh berkata, dia bebas untuk shalat atau tidak, berzina atau tidak.

Makna lain dari ayat ini, Quraish Shihab menegaskan, Allah menghendaki agar setiap orang merasa kedamaian dalam men jalankan agama. Karena itu, tidak berlebihan jikalau Islam menjadi nama agama yang diridhai ini. Islam bermakna damai. Kedamaian tidak dapat diraih jika jiwa tidak damai.

Kembali kepada pilihan tadi, proses itu menunjukkan betapa Allah SWT memuliakan manusia dengan kemampuan untuk memilih. Kemampuan itu yang membedakan manusia dengan hewan bahkan ma laikat. Hanya, kemampuan memilih bisa menjadi blunder jika tidak disertai sikap yang bijak. Kita bisa belajar dari pilihan pertama yang dibuat Kakek Adam AS untuk memakan buah khuldi, padahal sudah dilarang Allah SWT.

"Maka, keduanya digelincirkan oleh setan karenanya maka keduanya dikeluarkan dari keadaan mereka semua dan Kami berfirman, turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman sementara di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS al-Baqarah [2]: 36)

Meski begitu, Allah SWT yang Maha Mengetahui tahu benar bahwa manusia adalah tempat salah dan dosa. Karena itu, Allah menerima tobat Adam yang menyesal telah terpeleset oleh rayuan setan. "Maka, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Dia kembali kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah [2]:37).

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement