REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Jakarta pasti tidak asing dengan nama Jalan HR Rasuna Said yang terletak di sepanjang Kuningan hingga Setiabudi, Jakarta Selatan. Nama ini diambil dari wanita pejuang kemerdekaan asal Sumatra Barat.
Rasuna yang bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Agam, Sumatra Barat. Wanita yang selalu meng gunakan kerudung ini tak hanya berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia tetapi juga untuk emansipasi wanita.
Rasuna mendapatkan pendidikan sedari kecil. Ia memang dikenal dengan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Pendidikan dasar Rasuna dihabiskan di SD Maninjau. Setelah itu ia melanjutkan ke Diniyah School di Padangpanjang. Kecerdasan Rasuna sudah bisa terlihat saat ia bersekolah. Ia dipercaya mengajar kelas di bawahnya meskipun ia masih pelajar.
Tak hanya pendidikan umum, Rasuna juga menimba ilmu agama di Pesantren Ar Rasyidiyah. Usai menamatkan Diniyah School, Rasuna mengabdi menjadi pengajar di almamaternya. Tak banyak saat itu, Muslimah yang menempuh pendidikan hingga tingkat lanjut. Rasuna ingin memajukan pendidikan bagi seorang wanita.
Selain pendidikan, ia juga tertarik dengan politik. Ia ingin agar wanita saat itu juga melek politik. Dalam pandangan agama, bangsa, dan politik, Rasuna banyak di pe ngaruhi gurunya H Abdul Karim Amrullah, ayahanda HAMKA. Hingga akhir perjuangannya landasan berpikirnya sela lu menggunakan pemikiran dari Abdul Karim.
Perjuangan politik dimulai Rasuna saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris. Kemudian, dia bergabung sebagai anggota di Persatuan Muslim Indonesia.
Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Kemudian, dia mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi Saat terjun dalam dunia politik, Rasuna dikenal dengan kemahirannya ber pi dato. Isi pidato yang disam pai kannya selalu tajam menyangkut pe nindasan pemerintah Belanda ketika tahun 1930.
Akibat pidato yang menyinggung Belanda, Rasuna akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun 1932 di Semarang. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Pada 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya. Karena ruang gerak yang dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan Putri.
Dia juga menerbitkan majalah Menara Putri yang membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria, wanita, dan keislaman.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri or gani sasi pemuda Nippon Raya di Padang. Tetapi, kemudian organisasi itu dibubarkan oleh Pemerintah Jepang. Tak berhenti, Rasuna bersama Khatib Sulaiman aktif memperjuangkan dibentuk nya barisan Pembela Tanah Air (Peta).
Laskar inilah yang kelak menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Setelah kemerdekaan Indonesia, HR Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia diangkat sebagai anggota Dewan Per wakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Kemudian dia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.
Karena keaktifannya di dunia politik, Rasuna kurang memperhatikan kesehatannya sendiri. Ia baru diketahui mengidap penyakit kanker darah yang sudah parah. Rasuna akhirnya meninggal dunia pada 2 November 1965 pada umur 55 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Karena perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa, Rasuna digelari Pahlawan Nasional dengan SK Presiden No 084/TK/Tahun 1974.
HR Rasuna Said meninggalkan seorang putri yaitu Auda Zaschkya Duski dan 6 cucu di antaranya Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh Ibrahim, Moh Yusuf, Rommel Abdillah, dan Natasha Quratul’Ain.