REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak Era Reformasi, sistem politik yang berlaku dinilai belum cukup mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat. Hal itu ditegaskan Prof Din Syamsuddin dalam rapat pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertajuk “Merajut Persatuan Bangsa” di Kantor MUI Pusat, Jakarta, hari ini.
Menurut dia, sistem politik yang berlandaskan pada Sila Keempat mesti dijalankan secara utuh. Bagaimanapun, dia mengakui hal itu tidaklah mudah. Di satu sisi, ada peluang untuk membawa wacana ini ke level yang lebih konkret, misalnya, melalui DPR-RI periode mendatang. Akan tetapi, sebut Din, mereka pada faktanya adalah kaum politikus. Cenderung memiliki kalkulasi masing-masing.
"Tinggal mereka (legislator) mau apa tidak. Karena, banyak partai yang happy dengan sistem sekarang, terutama yang diuntungkan sistem sekarang. Maka susah melakukan perubahan," kata Din Syamsuddin dalam rapat tersebut, Rabu (26/6).
Ketua Wantim MUI itu meneruskan, sejak dimulainya Era Reformasi, demokrasi yang diterapkan pada level struktural belum menghayati nilai-nilai sila keempat Pancasila.
Din khawatir bila pesan luhur sila tersebut tidak segera diaplikasikan dalam sistem politik.
Keadaan seperti sekarang akan terulang di masa depan; yakni keadaan yang cenderung renggang ikatan persaudaraan sesama warga bangsa.
“Mungkin Wantim MUI di masa yang akan datang, akan ngomong seperti ini lagi di waktu pemilu dan pilpres. Karena kita (di masa mendatang) akan menghadapi dampak yang lebih dasyat," ujarnya.
Din pun meminta agar umat Islam tidak melanggengkan perpecahan. Jika tetap terjadi, dia menyebut ini sebagai "jahiliyah yang modern."
"Untuk jangka pendek, untuk umat Islam, janganlah perbedaan politik melanggengkan perbedaan dan perpecahan. Faktor pemicu yang namanya agenda demokrasi kemarin itu (pemilihan umum) sudah berlalu," tegasnya.
Jelang Putusan MK
Din juga meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat konflik berlarut-larut. Dalam hal ini, dia menyinggung situasi setelah usainya sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, sudah sepatutnya seluruh pihak menerima apa pun putusan MK.
“(Jika) masih ada yang keberatan, itu namanya konflik, suasana disorder, rusaklah kehidupan bersama kita," paparnya.
Di luar ranah politik praktis, lanjut dia, kalangan ormas-ormas Islam mesti selalu menjaga etos dan mental untuk menjadi kekuatan masyarakat madani di Tanah Air.
"Yang paling penting di atas semua itu, ormas Islam tidak berhenti melakukan itu (menguatkan masyarakat madani –Red)," simpulnya.