REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Buya Anwar Abbas menilai pemerintah sebaiknya jangan terlalu rajin berutang.
Hal ini disampaikannya untuk menanggapi soal dana dari Bank Dunia melalui skema pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN). PHLN itu diperuntukkan bagi peningkatan kualitas madrasah.
"Masalah ini sebenarnya bisa dibiayai sendiri dengan dana APBN, yang caranya adalah dengan mengurangi tingkat kebocoran yang ada. Dalam perhitungan para ahli, tingkat kebocoran dari APBN itu ada di antara 10 sampai 30 persen," kata Buya Anwar Abbas, Kamis (20/6).
Dia menambahkan, jika adanya kebocoran APBN itu bisa ditutup, maka akan tersedia dana sekitar Rp 200 triliun hingga Rp 600 triliun. Kalau pencegahan kebocoran ini bisa dilakukan, maka tidak perlu berutang ke luar negeri hanya untuk membiayai peningkatan kualitas madrasah atau program-program lainnya.
Anwar mengakui, peningkatan mutu dan kualitas madrasah sangat penting. Akan tetapi, persoalannya adalah muasal pembiayaannya. Menurut dia, pembiayaan yang ideal harus diupayakan tidak melalui jalan utang.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan proyek ke Bank Dunia lewat dana PHLN untuk mendongkrak kualitas madrasah, baik itu swasta maupun negeri. Hal ini disampaikan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin.
"Kita mengusulkan sebuah proyek di Bank Dunia lewat dana PHLN, yang kita sebut sebagai Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah," ujarnya pekan lalu.
Kamarudin melanjutkan, setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya proyek yang bertajuk "Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah" ini disetujui Bank Dunia. Nilai pendanaannya mencapai Rp 3,7 triliun.
Peminjaman dana dari Bank Dunia untuk madrasah ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan. "Awalnya, kami mengusulkan dan presentasi berkali-kali meyakinkan Bappenas. Kemudian Bappenas meyakinkan Kemenkeu, dan Kemenkeu negosiasi dengan Bank Dunia, dan akhirnya disetujui," katanya.