Senin 17 Jun 2019 17:00 WIB

Kuliner Islam dari Baghdad Menjangkau Dunia

Karya-karya kuliner bermutu tinggi tercipta di Baghdad.

Rep: Rahma Sulistia/ Red: Agung Sasongko
Kejayaan Abbasiyah di Baghdad.
Foto: republika
Kejayaan Abbasiyah di Baghdad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Persimpangan alam semesta. Begitu Khalifah pertama Kekhalifahan Abbasiyah memuji Baghdad ketika ia mendirikan kota itu pada tahun 762 M. Kala itu, Baghdad berada pada posisi 5.000 kilometer dari perbatasan Cina di timur dan 5.000 kilometer dari Pilar Gibraltar di barat.

Sekitar dua abad kemudian, karya-karya kuliner bermutu tinggi tercipta di Baghdad. Karya kuliner itu kemudian melanglang buana menyusuri Jalur Sutera yang 'mengular' ke berbagai negara, menyebar melalui jalur laut, yakni Samudra Hindia dan Mediterania.

Para penakluk, saudagar, peziarah, pemuka agama, dan para juru masak pun ikut andil menyebarluaskan karya-karya kuliner dari Baghdad itu ke seluruh penjuru Bumi. Kala itu, ragam masakan yang tercipta di Baghdad tersebut, dinikmati terutama oleh kalangan elite.

Di Baghdad pun, karya awal kuliner Islam itu menjadi kuliner unggulan kekhalifahan. Masakan itu dibuat dengan menyempurnakan resep sederhana masakan Arab yang bumbu dasarnya adalah kurma, susu, dan gandum.

 

Pada sekitar tahun 1.000 M, karya kuliner tersebut telah dinikmati masyarakat Muslim di berbagai kota, seperti Damaskus, Aleppo, Kairo, Palermo di Sisilia, dan Kórdoba, Sevilla serta Granada di Spanyol.

Pada akhir abad ke-10, muncul buku kuliner pertama berbahasa Arab yang ditulis oleh Ibnu Say yan al-Warraq. Buku berjudul Kitab al-Tabikh (Book of Dishes) itu berisi catatan mengenai kuliner favorit khalifah Bagh dad dan para abdi dalem-nya. Kemudian, hadir lima buku kuliner lainnya pada abad ke-13.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement