REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung
Syahdan, seorang anak perantau berjuang keras untuk pulang ke kampung halaman jelang hari Lebaran tiba. Si buah hati pun terus merengek agar berlebaran di rumah neneknya. Bahkan, ia sering menjinjing kardus kosong sambil bermain di teras rumah. Ketika ditanya apa yang dilakukan, ia menjawab, "Lagi bergaya bawa oleh-oleh buat Nenek."
Namun, sang ayah mengeluh kepada istrinya, "Aku rindu sama Mak. Tapi kalau pulang tak bawa oleh-oleh, nanti ketahuan kalau kita sedang susah. Nanti Mak malah sedih." Akhirnya, walau hanya punya uang untuk ongkos, mereka tetap pulang.
Sampai di kampung, orang-orang sudah ramai menanti di pinggir jalan menyambut sanak famili dari perantauan. Mereka pun turun dari bus dengan oleh-oleh dua kardus kosong. Mak yang sudah menanti tersenyum bangga melihat anak, menantu, dan cucunya datang. Ia pun menghampiri dan membawa oleh-oleh yang dijinjing oleh anaknya. Seakan tak percaya, ternyata kardus itu ringan. Namun, ia tetap membawa di depan orang-orang layaknya berisi sesuatu.
Pada malam hari, mereka bercengkerama sambil memijat kaki ibunya. "Maaf yang Mak, aku belum bisa bawa oleh-oleh. Usaha sedang susah, aku hanya bisa bawa kardus kosong". "Kalau sedang susah, kenapa memaksakan diri untuk pulang, Nak?" jawab Mak. "Aku rindu sama Mak," sahutnya. Sambil menatap ke luar jendela, Mak berkata, "Perasaan rindumu itu oleh-oleh terbaik buat Mak. Tak semua orang tua dirindukan oleh anaknya. Banyak orang tua kesepian, justru ketika anaknya sudah berhasil. "Mak bahagia, kau mau pulang ke rumah." Sambil memeluk anaknya dengan haru.
Melalui kisah di atas, paling tidak ada tiga orang yang selalu merindukan kita: Pertama, orang tua kita. Beruntunglah siapa pun yang masih punya kedua orang tua, atau ayah apalagi ibu, karena mereka sangat merindukan kita. Mereka sudah terbiasa hidup susah karena kesempitan hidup, dan mereka sanggup melampauinya.
Namun, jangan siksa mereka dengan kerinduan, sebab mereka hampir tak kuat menjalaninya. Sungguh merugi seseorang yang membersamai keduanya, tetapi ia tidak masuk surga (HR Muslim). Orang tua kita yang sudah wafat pun tetap merindukan doa kita dan menziarahi kuburnya.
Kedua, anak-anak kita. Betapa bahagia orang tua yang masih dirindukan oleh anak-anaknya. Sebaliknya, betapa malang nasib mereka yang tak lagi dirindukan apalagi saat usia senja. Sungguh, tidak ada orang tua yang tak merindukan anaknya. Namun, tidak sedikit anak yang tidak merindukan, bahkan melupakan orang tuanya. Kita didik anak-anak dengan baik agar mereka taat dan beradab. Sebab, ketaatan dan kesyukuran mereka kepada Allah SWT, akan berbuah bakti kepada orang tua walaupun sudah berjaya (QS 31: 14, 46: 15).
Ketiga, anak yatim di sekitar kita. Mereka rindu kasih sayang dan uluran tangan kita. Kiranya, jangan ada anak yatim dan dhuafa di sekitar rumah yang masih kelaparan, tak punya pakaian dan putus sekolahnya. Apalagi, mereka menangis dalam kesedihan karena tak punya orang tua yang mengasihinya. Sejatinya, kita peduli bukan hanya pada bulan Ramadhan atau Idul Fitri, melainkan juga terus sepanjang waktu. Nabi SAW pernah menjanjikan akan duduk berdampingan di surga dengan orang yang menjaga anak yatim dan dhuafa (HR Bukhari).
Siapa yang merindukan maka ia akan dirindukan. Se orang anak yang tak merindukan orang tuanya maka kelak, ia pun tidak akan dirindukan oleh anak-anaknya. "Berbak tilah kepada orang tua kalian, agar anak-anak kalian ber bak ti kepada kalian," (HR al-Bayhaqi). Allahu a'lam bishshawab.