REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa kini yang tak kenal Taj Mahal? Sebuah perwujudan kecintaan sang suami kepada istri yang dikasihinya. Sebuah kecintaan yang menjelma menjadi satu dari sekian monumen keajaiban dunia.
Sebuah tanda cinta dan kehilangan yang dalam dari Kaisar Mughal, Shah Jahan, kepada istri ketiganya, Mumtaz Mahal. Mumtaz Mahal bernama asli Arjumand Banu Begum. Ia lahir di Agra pada April 1593 Masehi atau 1001 Hijriyah. Mumtaz merupakan anak dari Abdul Hasan Asaf Khan. Ia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan suaminya. Mumtaz adalah keponakan dari Ratu Nur Jahan, ibu sang kaisar.
Mumtaz dinikahi oleh Kaisar Shah Jahan yang bernama asli Pangeran Khuram pada usia 14 tahun. Namanya berganti menjadi Mumtaz Mahal ketika suaminya diangkat menjadi raja dan bergelar Shah Jahan pada 1612. Pernikahan keduanya diharapkan dapat memperkuat kedudukan Ratu Nur Jahan sebagai ibu suri.
Mumtaz sangat dikenal dengan kecantikaan dan kebaikan hatinya. Bahkan, sepanjang hidupnya, kecantikan wanita ini selalu dipuji oleh para penyair.
Mumtaz pun diberikan tanggung jawab untuk memegang segel kekaisaran. Meskipun pengaruh politik yang dimilikinya sangat minim tetapi ia mampu memengaruhi suaminya dalam beberapa kebijakan yang menyangkut kerabat mereka.
Misalnya saat Mumtaz menyelamatkan Saif Khan, kerabatnya yang melakukan kesalahan. Hukuman penyiksaan terhadap Saif dibatalkan berkat masukan Mumtaz.
Kebaikan hatinya pun sangat dikenal tak hanya untuk melindungi kerabatnya. Jiwa kemanusiaannya muncul ketika tunjangan besar yang didapatkannya dari sang suami digunakan untuk membantu fakir miskin.
Ia tidak pernah merasa bosan untuk mendengarkan keluhan rakyatnya dan menyampaikan masalah tersebut kepada kaisar. Dengan bantuan kerabatnya, Saif Khan, dan gurunya, Sati un Nisa, Mumtaz mampu menyediakan tanah, perhiasan, uang, dan dana pensiun bagi warga yang miskin.
Seperti wanita Mughal pada umumnya, setiap yang berjasa kepada rakyatnya namanya akan dikenang melalui bait-bait puisi para penyair.
Namanya dikenang baik bersama sang suami. Tak hanya melindungi warga miskin, tetapi kebaikan hatinya pun dikenang karena ia juga melindungi sarjana dan seniman ketika itu dari ketidakadilan.
Mumtaz menjadi wanita yang paling dipercaya oleh suaminya, Shah Jahan. Bahkan ketika kekuasaan suaminya dirongrong pemberontakan, Mumtaz terus berada mendampingi sang kaisar.
Pengabdian Mumtaz sangat luar biasa kepada sang suami. Maka tidak heran untuk mengenangnya, sang suami mendirikan bangunan megah Taj Mahal.
Dari pernikahnnya dengan Shah Jahan, Mumtaz melahirkan 13 orang anak. Ketika mengalami pemberontakan, dua anaknya direlakan untuk menjadi sandera.
Mumtaz pun tidak sungkan untuk menemani suaminya terjun dalam peperangan. Bahkan ketika sedang hamil, ia menemani sang suami untuk berperang ke Dataran Tinggi Dekkan tahun 1630.
Mereka berperang agar lepas dari penindasan Kekaisaran Lodi yang sedang berkuasa ketika itu. Perjalanan tersebut merupakan perjalanan terakhir Mumtaz bersama suaminya.
Karena setelah perjalanan tersebut Mumtaz harus mengembuskan napas terakhir ketika melahirkan putri bungsunya. Menjelang ajal ia sempat meminta kepada sang suami untuk tidak menikah lagi.
Suami yang sangat mencintainya segera menyetujui permintaan tersebut. Sebagai wujud cinta sang suami, pemakamannya pun dibangun dengan megah dan terkenal di seluruh dunia.
Pembangunan Taj Mahal pun memakan waktu hingga 22 tahun. Separuh harta kerajaan disisihkan khusus untuk membangun karya megah tersebut. Mumtaz wafat di Burhanpur pada 17 Juni 1631.