REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak kaligrafer perempuan mendapatkan pendidikan seni kaligrafi di istana. Contohnya adalah beberapa putri Dinasti Safawi dan Dinasti Qajar di Persia.
Dari hasil pendidikan tersebut, muncul beberapa kaligrafer perempuan yang berbakat seperti putri Shah Ismail, Sultanem Banu, dan putri Shahnewaz Khan, Zibun Nisa Begum. Kedua perempuan darah biru dari Dinasti Safawi itu adalah kaligrafer berbakat.
Kaligrafer perempuan lainnya adalah Umm Salama dan Shahi Begum, putri Fathali Shah penguasa dari Dinasti Qajar. Ada juga Mahi Ruhsar dan Ziya al-Saltanat, cucu perempuan Fathali Shah. Karya-karya kaligrafi buatan mereka bahkan masih terpelihara hingga saat ini.
Keahlian kaligrafi juga dikuasai oleh para putri dari pasha, penguasa Muslim suatu daerah kekuasaan Dinasti Ottoman, dan juga putri dari perdana menteri Ottoman. Antara lain, Salma Hanim, Fatima Mawhiba Ha nim, Nasiba Farida Hanim.
Bahkan, istri sultan Ottoman, Mahmud II (1829) dan murid Asma Ibrat Hanim (1780) mampu membuat kaligrafi dengan gaya thuluth dan naskhi. Kaligrafer zaman Ottoman lainnya adalah Asma Ibret. Asma merupakan kaligrafer terbaik zaman Ottoman yang karyanya masih bisa dilihat hingga hari ini.
Tidak hanya berasal dari pendidikan kaligrafi di istana, kaligrafer perempuan juga lahir dari keluarga bangsawan dan juga kaligrafer itu sen diri yang memiliki bakat dan minat dalam kaligrafi. Salah satu yang terkemuka di antaranya adalah Ummi Kha tun, putri seorang pandai besi dari Gallipolli pada abad ke-16 M.
Dahulu, pandai besi termasuk golongan bangsawan, bahkan tingkat berada di atas para kaligrafer. Ummi Khatun tidak hanya terkenal sebagai kaligrafer pe rempuan yang berbakat, ia juga merupakan figur intelektual pe rem puan pada masa Ottoman.