Kamis 25 Apr 2019 23:37 WIB

Keutamaan Masyithah, Sang Ibu Teladan

Masyithah tetap teguh beriman kepada Allah, walau menghadapi siksa Firaun

Tanda cinta pada ibu (ilustrasi)
Foto: Mentalfloss
Tanda cinta pada ibu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: HM Syamlan

Kaum perempuan memang hebat. Mereka memiliki tanggung jawab begitu berat. Tak bisa tergantikan laki-laki. Umpamanya, mengandung, melahirkan, dan menyusui anak-anak.

Baca Juga

Semenjak dahulu, kaum perempuan selalu menambah amal kebaikan dengan bekerja untuk mencari rezeki. Bukan untuk dirinya sendiri, melainkan juga anak-anak dan keluarga atau bahkan menunjang peradaban.

Banyak contoh ibu teladan. yang Di antaranya adalah Siti Hajar (istri Nabi Ibrahim AS), Masyithah (tukang sisir anak Firaun), Maryam (ibunda Nabi Isa AS), dan Siti Khadijah (istri Rasulullah SAW).

 

Siti Hajar sangat jelas peranannya. Beliau harus pontang-panting mencari rezeki di tengah gurun panas yang sangat menyengat antara Bukit Shafa dan Marwah. Hasilnya, air zam zam. Awalnya memang untuk diri dan anaknya, tetapi kemudian berkembang untuk seluruh umat manusia, hingga saat ini dan bahkan mungkin akhir zaman kelak.

Maryam pun demikian. Ia merintih kelaparan dan menahan sakit saat hendak melahirkan, hingga nyaris putus asa karena telah dituduh berbuat yang tidak baik.

Apakah Maryam diam saja? Tidak. Maryam bangkit dan menggoyang pohon kurma yang berada di dekatnya hingga buah tanaman itu berguguran. Lihatlah Alquran surah Maryam: 25. Bukan saja untuk dirinya yang sedang kesusahan, melainkan juga untuk putranya, Nabi Isa AS.

Siti Khadijah, istri Rasulullah, dikenal sebagai seorang perempuan yang sukses menjadi pengusaha dan juga bangsawan yang sangat mulia. Dia pula yang banyak membantu perjuangan dan dakwah Rasulullah SAW dalam menyiarkan Islam.

 

Keutamaan Masyithah

Adapun Masyithah juga memiliki peranan yang sangat luar biasa. Sehari-hari Masyithah bekerja sebagai tukang sisir putri Firaun, raja Mesir saat itu. Meski miskin, ia rela menjadi pekerja sebagai pembantu.

Namun, ia memiliki kepribadian dan prinsip hidup yakni keimanan yang sungguh-sungguh tangguh dan mengagumkan. Walau bekerja sebagai pembantu raja yang mengaku tuhan, keimanannya kepada Allah SWT begitu kuat tertanam dalam lubuk hatinya. Keimanannya tak tergoyahkan, kendati nyawa menjadi taruhannya.

Ketika sedang asyik menyisir rambut putri majikannya, tanpa sengaja sisir yang dipegangnya terjatuh. Karena keimanannya yang teguh, ia pun spontan menyebut nama Allah di hadapan putri Firaun.

Ketika sang putri menanyakan apakah tuhan yang dimaksudkan adalah ayahnya, Firaun, Masyithah menggeleng. Ia menyebut tuhannya dan tuhan Firaun adalah Allah. Sang putri pun melaporkan hal itu kepada ayahnya dan Firaun pun murka. Firaun menghukum Masyithah dengan menceburkannya ke dalam kuali panas.

Masyithah menerima hukuman itu dengan tetap meyakini, api dunia tak sepanas api neraka kelak di akhirat. Sebagaimana kata bayi yang sedang disusuinya. “Ibunda jangan ragu, sesungguhnya siksa dunia itu lebih ringan daripada siksa di akhirat.” (HR Ahmad). Ya, atas izin Allah Ta'ala, bayi itu dapat bertutur-kata. Maka Masyithah pun terjun bersama bayinya.

Masyithah benar-benar menjadi ibu teladan. Aroma harum yang semerbak tercium saat Nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra’ Mi’raj. Itulah aroma wangi Masyithah dan anaknya. Allahuakbar walillahilhamd.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement