REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang menyandang status difabel memerlukan kesetaraan dalam hal akses terhadap informasi. Selain itu, sebagai warga negara mereka juga perlu diperhatikan hak-haknya di ruang publik. Demikian ditegaskan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi. Menurut dia, pihaknya terus berupaya merangkul kaum Muslim dari kalangan difabel.
“Selama ini memang kami belum menganggarkan atau memprogramkan (untuk difabel), padahal mereka kan juga harus menjadi bagian dalam dakwah kita,” kata Zainut Tauhid saat ditemui Republika.co.id, Kamis (25/4).
Meski begitu, lanjut dia, MUI akan selalu mendukung penuh pihak-pihak yang memiliki ikhtiar dalam melayani dan membantu kalangan difabel. Berbagai buku kajian agama atau mushaf Alquran yang dilengkapi dengan huruf braile, umpamanya, perlu diperbanyak. Dengan begitu, kalangan difabel yang memiliki keterbatasan penglihatan dapat terus kontinu mendalami Islam.
“MUI pasti mendukung dan memberi dorongan kepada semua ikhtiar, dan MUI juga mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan itu,” jelas dia. “Agar mereka juga benar benar terlayani di dalam mendalami nilai nilai ajaran agama.”
Sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof Hasanud din AF mengakui, MUI sejauh ini belum melakukan kajian Fikih Disabilitas. Sebab, belum ada permintaan dari pelbagai kalangan untuk membahasnya. "Tapi, kalau ada permintaan dari masyarakat itu akan direspons oleh MUI, Komisi Fatwa. Namun, selama ini belum ada permintaan itu," ujar Hasanuddin.
Fatwa yang dikeluarkan MUI selama ini memang merupakan permintaan dari kalangan masyarakat. Kendati demikian, Komisi Fatwa MUI juga responsif terhadap masalah keagamaan yang dihadapi umat Islam.
Terlepas dari itu, Hasanuddin memandang Fikih Disabilitas sangat penting untuk disosialisasikan kepada kaum difabel yang menganut agama Islam. Apalagi, kaum difabel masih banyak yang menghadapi masalah-masalah hukum Islam.
"Perlu kalau terkait dengan masalah hukum fikih, ada hal-hal tertentu yang memang menjadi masalah kaum disabilitas. Saya kira jelas perlu penjelasan bagaimana hukumnya," kata Hasanuddin.
Menurut dia, agama memang perlu menyentuh kalangan difabel. Karena itu, para ulama harus berupaya mengajarkan ilmu agama kepada kaum difabel, termasuk melalui Komisi Dakwah MUI.
"Perlulah disosialisasikan kalau memang sudah ada fikih-fikih atau aturan hukum Islam terkait dengan ka um difabel. Saya kira, para dai dan para mubalig bisa menyosialisasikannya,"kata Hasanuddin.