Selasa 02 Apr 2019 15:00 WIB

Contoh Kisah Kalila wa Dimna

Cerita serupa mungkin bisa ditemukan di antologi dongeng lain.

Kucing
Foto: Youtube
Kucing

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah yang akan diceritakan ini bukan merupakan versi asli Kalila wa Dimna. Ini merupakan kisah yang berkembang dari abad ke abad sejak penyebarannya ke seluruh penjuru dunia. Namun, di Eropa, kisah yang masih dianggap dongeng dari Arab ini cukup terkenal. Judulnya, Memasang Bel ke Leher Kucing.

Cerita serupa mungkin bisa ditemukan di antologi dongeng lain, juga dalam Brothers Grimm. Bedanya, tikus-tikus Arab menyelesaikan masalah mereka jauh lebih tajam ketimbang saudara mereka di Barat.

Baca Juga

Berikut kisahnya.

Tersebutlah sebuah rawa yang bernama Dawran di tanah para Brahma. Rawa itu sangat luas sampai ribuan kilometer. Di tengah rawa terdapat kota bernama Aydazinun. Warga kota itu hidup sejahtera. Mereka bisa membeli apa pun yang mereka inginkan. Di kota itu juga terdapat seekor tikus bernama Mahraz. Dialah raja para tikus di kota itu. Mahraz memiliki tiga wazir (penasihat).

Suatu hari, semua wazir itu berkumpul di hadapan raja. Mereka berdiskusi tentang banyak hal, salah satunya tentang seteru abadi mereka, kucing. Apakah mungkin kita melepaskan diri dari rasa takut yang sudah menghinggapi kita selama turun-temurun, yaitu kucing. Meskipun saat ini kita sudah hidup nyaman, rasa takut kita terhadap kucing bisa menghilangkan rasa nyaman itu, kata Mahraz.

Salah seorang wazir kemudian unjuk suara. Saran saya adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya lonceng yang bisa kita kalungkan di leher setiap kucing. Sehingga, kita bisa mendengar mereka datang, dan kita bisa segera bersembunyi di dalam lubang, katanya.

Sang raja kemudian menatap wazir yang kedua sambil bertanya. Bagaimana menurutmu saran dari rekanmu itu?

Saya pikir itu saran yang payah, jawab wazir kedua.

Setelah kita mengumpulkan semua bel itu, siapa yang akan berani mengalungkannya ke leher kucing kecil sekalipun, apalagi di leher kucing yang sudah sangat berpengalaman?

Menurut pendapat wazir kedua, kawanan tikus harus meninggalkan kota untuk sementara, setidaknya selama satu tahun. Tujuannya, agar manusia di kota itu mengira sudah tidak memerlukan kucing untuk memakan para tikus. Para manusia itu tentu akan menendang atau bahkan membunuh kucing-kucing itu. Kalau sudah begitu, kita bisa pulang kembali tanpa merasa was-was terhadap kucing, sambungnya.

Sang raja kemudian melempar pandangan pada wazir ketiga. Bagaimana menurutmu ide ini? Wazir ketiga berujar, Ide itu menyedihkan.

Ia mengaku punya satu rencana. Ia meminta raja untuk memerintahkan para tikus membuat terowongan di rumah manusia yang paling kaya di kota itu. Dalam terowongan itu dibuat pintu-pintu sehingga tersambung dengan kamar-kamar di rumah itu.

 

Lalu, kita semua akan berada di dalam terowongan itu, tetapi kita tidak akan menyentuh makanan manusia. Kita justru berusaha merusak pakaian, ranjang, dan karpet mereka. Sehingga, ketika para manusia itu melihat kerusakan tersebut, mereka akan berpikir bahwa satu kucing tidak akan mampu menghadapi tikus-tikus yang mengakibatkan kerusakan itu, kata sang wazir.

Raja tampak tertarik dengan penjelasan itu. Selanjutnya bagaimana? tanya raja.

Setelah itu, para manusia tentu akan menempatkan kucing yang lain. Ketika manusia melakukan itu, lanjut sang wazir, tikus-tikus akan terus menambah kerusakan sehingga baju-baju mereka menjadi serpihan.

Lagi-lagi, mereka akan menambah jumlah kucing. Tapi, pada akhirnya manusia itu akan sadar bahwa lebih banyak kucing justru akan menambah jumlah tikus yang bakal merusak barang-barang mereka, ujar wazir ketiga.

Jika itu terjadi, lanjut sang wazir, para manusia tentu akan melakukan eksperimen. Mereka akan mencoba menghilangkan satu kucing. Saat itulah, tikus-tikus harus mengurangi kegiatan merusak. Manusia pun akan mulai berpikir bahwa ada yang janggal. Lalu, dia akan mengurangi satu kucing lagi. Tikus pun harus lebih mengurangi kegiatan merusaknya. Dan ketika manusia itu menghilangkan kucing yang ketiga, saat itulah para tikus menghentikan seluruh kegiatan merusak.

Manusia akan berpikir, bukan tikus sebenarnya yang membuat kerusakan, tetapi justru kucing. Mereka pun akan menceritakan hal itu kepada tetangganya hingga cerita itu sampai ke seluruh penjuru kota. Ketika semua manusia percaya, mereka akan membuang atau bahkan membunuh kucing-kucing mereka. Di mana pun mereka melihat kucing, maka akan dikejar untuk dibunuh, jelas wazir ketiga.

Akhirnya, sang raja mengikuti saran dari wazir ketiga ini. Dan ternyata, dalam waktu yang tidak terlalu lama, tak ada lagi kucing di kota itu. Penduduk kota pun merasa yakin bahwa semua masalah mereka bersumber dari kucing. Ketika ada lubang di pakaian, mereka yakin itu ulah kucing. Ketika timbul penyakit, mereka akan mengatakan, kucinglah penyebabnya. Alhasil, tikus kini hidup merdeka. Mereka bebas dari momok menakutkan bernama kucing!

sumber : Mozaik Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement