Selasa 19 Mar 2019 13:33 WIB

Islam di China, Sejak Qing hingga Terbentuknya RRC

Dakwah Islam mengalami dinamika dalam sejarah Negeri Tirai Bambu.

Umat Islam di Masjid Niujie Beijing, Cina berkumpul menunggu antrean makan saat buka bersama, Jumat (2/6).
Foto: Damir Sagolj/Reuters
Umat Islam di Masjid Niujie Beijing, Cina berkumpul menunggu antrean makan saat buka bersama, Jumat (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat negeri Cina menerima Islam melalui terutama dakwah para pedagang asal Arab dan Persia. Dalam masa selanjutnya, yakni sejak abad ke-14, berbagai dinasti jatuh-bangun memimpin Cina. Keberadaan Islam terus berdinamika dalam sejarah Negeri Tirai Bambu.

Hingga pada masa sebelum Dinasti Qing (1763-1785), Islam berkembang dengan baik. Pada awal kekuasaan Dinasti Qing sendiri, sebenarnya penguasa Qing tidak mempersoalkan keberadaan kaum muslimin yang terbilang minoritas di negeri itu.

Baca Juga

Namun, ketika terjadi pemberontakan bangsa Hui yang mayoritas muslim pada 1782 di Shanxi dan Gansu, Kaisar Qing melakukan penindasan kepada umat Islam. Selanjutnya, ajaran Islam menjadi sulit berkembang karena diidentikkan dengan pemberontak.

Ketika Republik Rakyat Cina (RRC) terbentuk 1912, umat Islam mulai berkembang kembali meski terbatas dari masjid ke masjid atau rumah ke rumah. Namun ketika Mao Tse Tung melancarkan Revolusi Kebudayaan (1966-1976), agama-agama di Cina, termasuk Islam menjadi sasaran pemusnahan.

Kaum muslimin menjadi sangat terbatas sekali aktivitasnya. Mereka hanya bisa menegakkan Islam di rumah masing-masing. Kebijakan kekebasan memeluk agama baru diberlakukan kembali pada 1982. Orang Cina bebas memeluk agama, tapi juga bebas untuk tidak memeluk agama apa pun. Jaminan ini tercantum dalam Konstitusi RRC Pasal 36.

Pada abad modern kini, meski minoritas (sekitar belasan juta orang dari total 1 milyar lebih penduduk RRC), semangat mereka tetap tinggi. Sebagian dari kaum Muslimin setempat menganut paham mazhab Hanafi.

Saat ini, mereka yang sebagian besar bersuku bangsa Hui, Uigur, Kazak, Tatar, Tajik, Uzbek, Kigiz, Dongxian, Sala dan Paoan tersebut telah mencoba merapatkan barisan dan bergabung dalam Chinese Islamic Association. Dakwah pun kembali berkembang di negeri Tirai Bambu ini.

sumber : Islam Digest Republika/Rif
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement