Selasa 12 Mar 2019 10:13 WIB

Literatur Anak-Anak dalam Peradaban Islam

Litelatur Islam khusus anak-anak usianya sama dengan sejarah kegemilangan Islam.

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam tidak hanya terbatas pada kalangan muda dan generasi tua. Gairah ilmu juga merambah dan memasuki kalangan anakanak. Litelatur Islam khusus anak-anak usianya hampir sama dengan sejarah kegemilangan perabadan Islam.

John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern mengatakan, keberadaan literatur anak-anak tersebut merupakan cerminan bagi perkembangan masyarakat secara umum. Di saat yang sama, pendidikan dan hiburan bagi anak berperan penting dalam proses sosialisasi generasi muda.

Pada periode kontemporer, proses ini melalui mekanisme formal-negara dan organisasi-organisasi nonpemerintah-dan mekanisme informal, antara lain, berupa buku anak, kartun, dan terbitan lainnya.

Fakta menarik lainnya, tentang wujud literatur itu, buku anak-anak juga sebagai bahan penelitian yang menarik bagi sejarawan sosial. Karena, ini merefleksikan kecenderungan ideologis pada umumnya dan perdebatan budaya yang penting.

Secuil contoh karya khusus anak-anak di abad pertengahan ialah buku yang ditulis oleh Ibn al- Jauzi (597 H/ 1200 M), Laftat al-Kabad ila Nashihat al-Walad. Karya ini ia dedikasikan secara spesial untuk putranya sendiri, Abu al-Qasim.

Isinya sarat dengan muatan pesan moral terkait etika hubungan antara anak dan orang tua. Pada abad ke-20, karya saduran dan salinan dari Barat banyak menjamur di dunia Islam. Sebagian besarnya ialah buku-buku kartun bergambar.

Misalnya, cerita Detektif Prancis Arsene Lupin atau detektif cilik asal Belgia Tin-tin. Namun, perlahan dominasi itu mulai berkurang dengan kehadiran produk-produk lokal pribumi, sebagian besarnya masih bergenre majalah bergambar. Orientasinya pun tak bisa dipastikan, bisa saja sekuler atau justru sebaliknya, sangat religius. Tetapi, apa pun orientasinya, nyaris semua majalah tersebut tetap menyertakan ayatayat Alquran dan riwayat-riwayat yang berkorelasi dengan tema.

Dari segi penerbitnya, majalah Islam anakanak memiliki ragam motif dan fungsi. Misalnya, majalah anak-anak Al Thali’i yang diterbitkan oleh Parta Ba’ats di Suriah.

Kehadiran media itu menjadi sarana pendidikan sekaligus dogma resmi. Di Mesir, ada Zamzam yang diterbitkan oleh Dewan Tinggu Urusan Islam di Kairo. Ada juga majalah terbitan independen, seperti “Qaus Qauzah” di Tunisia.

Salah satu majalah yang dinilai berhasil dari berbagai aspek; tahun terbit, distribusi, kualitas cetak, daya tarik tokoh dan sebagainya, ialah majalah Majid. Media mingguan yang terbit di Uni Emirat Arab ini unggul bukan hanya dari kriteria di atas, tetapi dewan redaksinya setingkat internasional. Distribusinya pun mencapai London, Paris, dan New York.

Gerakan penulisan kisah-kisah dari turats dengan kemasan masa kini juga tampak menggeliat. Ini mencakup semua disiplin ilmu, meliputi teologi, filsafat, geografi, sejarah, sastra, dan leksikografi. Misalnya Hayy Ibn Yaqdzan, karya Ibn Thufail, di abad ke-12 menjadi subjek buku anak berukuran besar yang disusun oleh penyair Mesir, Shalah Abd as-Shabur dan dikemas dalam komik serial.

Seri abjad Alquran juga banyak diterbitkan. Di Maroko, ada buklet-buklet menarik seputar abjad Alquran. Ini disusun sesuai dengan konsep Alquran dan dilampiri ayat-ayat Alquran serta kisah mendidik lainnya.

Selain itu, media massa memengaruhi buku dan kartun anak sehingga literatur anak menjadi bagian dari budaya global. Barangkali peran hero media elektronik ––lebih kuat daripada peran hero media cetak–– akan berpengaruh dalam menentukan literatur anak seluruh dunia.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement