REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Belasan ribu penyihir datang ke tengah lapang. Mereka membawa tali dan tongkat se bagai senjata. Para tu kang sihir suruhan Firaun itu hendak menghadapi Mu sa yang datang hanya bersama saudaranya Harun. Kala itu, Musa sekadar membawa tongkatnya sebagai sandaran.
"Ahli-ahli sihir berkata, 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu ataukah kami yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab, lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka, tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan)" (QS al- Araf:115-116).
Dalam bukunya, Di Pintu Mu Aku Bersimpuh, Dr Zaki bin Muhammad Abu Sari menulis, mereka melemparkan tongkat dan tali serupa ular itu ke gelanggang sambil berkata, 'Demi kekuasaan Firaun, sungguh kami benar-benar akan menang,' Tempat itu pun lantas penuh dengan ular yang saling bertindihan. Semua yang hadir merasa ketakutan karena melihat sihir besar tiada tandingan. Allah SWT menceritakan dalam Alquran, "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka." (QS Thaha: 66).
Tongkat dan tali itu seolah ular-ular raksasa. Mereka seakan benar-benar bergerak. Para penyihir itu melumuri tongkat dan tali dengan air raksa. Mereka bergerak dan memanjang dan terlihat seperti ular sungguhan yang berjalan. Ketakutan juga menimpa Nabi Musa. Dia melihat pengaruh khayalan dan permainan sihir. Rasa takut itu bukan menjadi aib karena Musa seorang Nabi dan rasul yang maksum. Rasa itu timbul karena fitrahnya sebagai manusia.
Allah SWT menyeru rasul ulul azmi itu untuk tidak takut. Musa diberi keyakinan bisa lebih kuat dan pasti mengalahkan mereka. Nabi Musa lantas melemparkan tongkat yang dipegang tangan kanannya. Tongkat itu pun menelan semua ular khayal dan batil para tukang sihir. Ibnu Abbas berkata, "Maka, setiap tali dan kayu langsung ditelan oleh ular dari tongkat Nabi Musa."
Ibnu Katsir mengungkapkan, "Allah mewahyukan kepada Nabi Musa pada saat itu.'Lemparlah apa yang ada di tangan kananmu,' yaitu tongkatnya. Ternyata ia menelan semua yang mereka buat. Karena (tongkat itu) berubah menjadi ular yang sangat besar lagi menakutkan, memiliki kaki, leher, kepala dan gigi. Ular itu mengikuti sambil menelan tali-tali dan tongkat-tongkat tersebut hingga tidak tersisa satu pun.
Para penyihir dan orang-orang melihatnya dengan mata yang jelas di siang yang terang. Tegaklah mukjizat dan jelaslah bukti."
Para penyihir itu pun sadar jika tongkat Nabi Musa merupakan mukjizat yang turun dari langit. Mereka tersungkur sam bil bersujud. "…Mereka berkata, 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun." Mereka terdiam dan menyerah. Mereka sadar jika telah tersesat sehingga menjadi golongan orang-orang yang merugi. Mereka mendapat bukti yang jelas terpampang di mata mereka betapa kuasa Tuhannya Musa dan Harun itu.
Firaun berusaha tegar di hadapan para pembesar kaumnya dan para prajuritnya. Setelah kerajaannya hancur dan bangunanya runtuh, ia bertanya kepada para ahli sihir itu. "Apakah kalian telah beriman kepada dakwahnya sebelum kalian meminta izin terlebih dahulu kepadaku? Sung guh itu adalah urusan yang sudah direncanakan sebelumnya dan sebuah urusan persekongkolan yang telah kalian sepakati untuk melawanku dan menghancurkan kerajaanku."
Firaun lantas mengancam mereka dengan hukuman yang pedih. Tangan dan kaki para ahli sihir yang sudah takluk oleh Musa akan dipotong dengan keadaan terbalik. Firaun pun akan menyalip mereka di tiang kurma.
Banyak yang menyangka para ahli sihir itu akan menjilat ludah mereka sendiri. Namun, mereka salah. Mereka tak memilih Firaun, tetapi memilih jelasnya kebenaran yang datang melalui Musa. Mereka lebih memilih beriman kepada ayat-ayat Allah SWT ketimbang takluk kepada ancaman Firaun.
Mereka pun menghadap keharibaan Tuhannya dengan berdoa. "Ya Tuhan kami. Berikanlah kami rezeki berupa kesabaran yang indah lagi lapang hingga kami ridha terhadap apa yang Engkau tetapkan kepada kami dan berikanlah kami rezeki berupa kematian dalam Islam."
Ibnu Abbas dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, mereka termasuk golongan yang beriman kepada Nabi Musa AS dan mereka termasuk orang yang berkata, "Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami mela kukannya." (QS Thaha: 73).