REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menangisi kepergian seseorang yang dicintai menghadap Allah SWT sangatlah wajar dan manusiawi. Namun, Islam menekankan untuk tidak meratapi kesedihan dengan berlarut-larut.
Syekh Aidh Al Qarni dalam buku Malam Pertama di Alam Kubur menceritakan mengenai sebuah kisah dari istri cucu Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Alkisah, Hasan bin Hasan, cucu Sayyidina Ali bin Abi Thalib meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan beberapa anak yang masih kecil. Bahkan, umur almarhum pada waktu menghembuskan nafas terakhir pun terbilang masih muda.
Namun, itulah kematian. Ia datang dengan tidak memandang usia, status sosial, maupun situasi. Bila kematian datang menjemut manusia, makai a akan mengeluarkan mereka dari fase dunia. Demikianlah, Hasan ibn Hasan meninggal secara tiba-tiba.
Lantas, orang-orang pun menguburkannya. Namun tatkala melihat kenyataan tersebut, istri Hasan ibn Hasan sangat sedih dan ia menuntun anak-anaknya pergi ke kuburan suaminya dan kemudian mendirikan tenda di sana.
Setelah tenda berdiri, ia bersumpah dengan menyebut nama Allah SWT, dirinya dan anak-anaknya, ia akan menangisi suaminya selama satu tahun penuh. Kesedihan yang sangat memilukan dan ia pun terus menangis.
Setelah satu tahun kemudian, tepatnya pada sebuah malam, ia pun merobohkan tendanya dan kemudian pergi membawa anak-anaknya meninggalkan kuburan itu. Saat itulah, tiba-tiba ia mendengar suara perbincangan.