REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ilmuwan Muslim menulis secara khusus tema gempa bumi. Hal itu di luar pelbagai tema bencana lainnya, semisal wabah kelaparan atau sampar.
Sebut saja al-Kindi (801-873), filsuf pertama dari Dunia Islam dan sejarawan Ibn Asakr (1105-1176) yang membahas gempa di Mesir pada 952. Selain itu, ada pula Jalaluddin al-Suyuti (1445-1505), seorang sarjana dari Mesir yang membuat daftar kejadian musibah di salah satu bukunya.
Banyak penulis Muslim dari masa silam yang berpendapat, gempa bumi disebabkan pergerakan gas di bawah permukaan tanah yang tidak bisa mencair atau pun menyembur keluar.
Tokoh-tokoh yang mengambil dugaan semacam itu antara lain adalah al-Kindi, al-Biruni, dan Ibnu Sina. Mereka tentu mempercayai adanya takdir Allah di balik segala sesuatu. Namun, penjelasan ilmiahnya tentang gempa bumi diawali dengan hipotesis demikian, yakni bahwa terdapat pergerakan gas yang menimbulkan getaran dari dalam tanah. Sampai di situ, mereka dapat dikatakan merintis penyelidikan ilmiah atas peristiwa gempa, baik tektonik maupun vulkanik.
Agak berbeda daripada mereka, beberapa ilmuwan mengawali pemaparan tentang kejadian gempa dengan mengingatkan pembaca akan kekuasaan Allah.
Al-Suyuti, misalnya, menyatakan bahwa bencana ini terjadi sebagai akibat dari dosa-dosa penduduk yang menghuni daerah titik pusat gempa dan sekitarnya.
Selain itu, penulis yang sama juga menghubungkannya dengan tanda-tanda datangnya kiamat besar, sebagaimana disinggung dalam Alquran dan Sunnah. Surah al-Zalzalah, yang secara harfiah berarti ‘gempa’, umpamanya, juga kerap dikutip untuk mendukung keterhubungan antara gempa dan situasi (menjelang) Hari Akhir.