Kamis 28 Feb 2019 07:21 WIB

Diiringi Pembacaan Puisi, Masjid Cikal Harapan Resmi Dibuka

Yayasan Permata Sari didirikan para aktivis HMI-wati lebih dari 40 tahun lalu.

Masjid Cikal Harapan, Jalan Raya Cileungsi, Perum Citra Indah Jonggol, Kab Bogor. Masjid tersebut diresmikan pada 25 Februari 2019 oleh para pendiri YPS
Foto:

Turut hadir dalam acara peresmian Masjid Cikal Harapan, penyair Taufiq Ismail. Sastrawan senior itu mengapresiasi kiprah Yayasan Permata Sari (YPS) yang telah berusia 43 tahun saat ini. Menurut tokoh Angkatan 66 itu, apa yang dilakukan para pendiri YPS merupakan pencapaian yang luar biasa.

“Kepada kesembilan pendiri YPS, saya ucapkan selamat, alhamdulillah. Kami yang laki-laki, yang mendampingi kalian lebih dari 40 tahun tidak bisa menandingi kalian, alhamdulillah,” kata Taufiq Ismail.

photo
Budayawan yang juga tokoh Angkatan 66 Taufiq Ismail menyampaikan sekaligus membacakan sajak karyanya yang berjudul "Mencari Sebuah Masjid"

“Kegiatan ini secara cemerlang diberikan oleh Allah jalan bagi kesembilan aktivis ini dalam mendirikan sebuah masjid. Masjid yang indah sekali. Saya juga sudah mengikuti mulainya dibangun masjid ini sampai selesai,” lanjut dia.

Masih di atas podium, Taufiq Ismail kemudian membacakan sebuah sajak karyanya, “Mencari Sebuah Masjid”. Tokoh kelahiran Bukittinggi, 83 tahun silam, itu menuturkan, puisi tersebut ditulisnya dalam suatu rihlah dari Moskow (Rusia), Sarajevo (Bosnia), Berlin (Jerman), hingga akhirnya ke Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid al-Haram di Makkah.

Puisi tersebut adalah buah perenungan tentang apa makna rumah ibadah bagi seorang hamba yang rindu pertemuan agung dengan-Nya. Sebab, masjid tidak hanya dipandang secara fisik, tetapi juga simbolis, yakni doa dan pengharapan menuju keridhaan Allah SWT.

Oleh karena itu, puisi tersebut dirasakannya selaras dengan semangat yang hendak dicapai para pendiri YPS, yang menginisiasi pendirian Masjid Cikal Harapan.

Mencari Sebuah Masjid

Aku diberitahu tentang sebuah masjid; yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan; fondasinya batu karang dan pualam pilihan; atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan; dan kubahnya tembus pandang berkilauan; digosok topan kutub utara dan selatan.

Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan; dihiasi dengan ukiran kaligrafi Alquran; dengan warna platina dan keemasan; berbentuk daun-daunan sangat beraturan; serta sarang lebah demikian geometriknya; ranting dan tunas jalin berjalin; bergaris -garis gambar putaran angin.

Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya; menyentuh lapisan ozon; dan menyeru azan tak habis-habisnya; membuat lingkaran mengikat pinggang dunia; kemudian nadanya yang lepas-lepas; disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas; yang memperindah ratusan juta sajadah; di setiap rumah tempatnya singgah.

Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana; bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya; engkau berjalan sampai waktu asar; tak bisa kau capai saf pertama; sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu; bershalatlah di mana saja; di lantai masjid ini, yang luas luar biasa.

Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya; yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya; dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya; di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian; yang menyimpan cahaya matahari; kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan; ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna; di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta; terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita.

Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya; tempat orang-orang bersila bersama; dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka; dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian; dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan; dalam simpul persaudaraan yang sejati; dalam hangat sajadah yang itu juga; terbentang di sebuah masjid yang mana.

Tumpas aku dalam rindu.

Mengembara mencarinya.

Di manakah dia gerangan letaknya?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari; ketika di puncak tergelincir dia sempat

lewat seperempat kuadran turun ke barat; dan terdengar merdunya azan di pegunungan; dan aku pun melayangkan pandangan; mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan; ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan; dia berkata:

"Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan"

dia menunjuk ke tanah ladang itu; dan di atas lahan pertanian dia bentangkan

secarik tikar pandan; kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran; airnya bening dan dingin mengalir beraturan; tanpa kata dia berwudhu duluan; aku pun di bawah air itu menampungkan tangan; ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan; hangat air terasa, bukan dingin kiranya; demikianlah air pancuran; bercampur dengan air mataku; yang bercucuran.

Jeddah, 30 Januari 1988

photo
Budayawan Taufiq Ismail di Masjid Cikal Harapan, Jonggol, Kab Bogor

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement