Rabu 20 Feb 2019 16:54 WIB

Perhatian Islam pada Sektor Perhotelan (3)

Pelayanan untuk jamaah Masjidil Haram jadi inspirasi sejarah perhotelan

Lokasi di antara Gerbang Malik Abdulaziz dan Gerbang Malik Fahd di Masjidil Haram, Makkah, Ahad (2/9). Disekitar wilayah itu malaikat Jibril disebut menambatkan Buraq sebelum bertolak dengan Rasulullah menjalani Isra Mi'raj.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Lokasi di antara Gerbang Malik Abdulaziz dan Gerbang Malik Fahd di Masjidil Haram, Makkah, Ahad (2/9). Disekitar wilayah itu malaikat Jibril disebut menambatkan Buraq sebelum bertolak dengan Rasulullah menjalani Isra Mi'raj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa permulaan dakwah Islam, urusan menyediakan logistik bagi jamaah haji dilakukan para putra Abdul Muthalib, termasuk Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.

Sesudah pembebasan Makkah (Fathu Makkah), semua keputusan tentang pemeliharaan Ka’bah ada di tangan Rasulullah SAW. Sejak saat itu, tidak ada perubahan yang signifikan dalam tata cara menyambut para jamaah, kecuali bahwa semua berhala di kompleks suci itu dimusnahkan sama sekali. Demikian pula dengan pelbagai ritual syirik yang sebelumnya mewarnai ibadah haji.

Baca Juga

 

Melayani Tamu Allah

Tentu saja melayani para tamu Masjidil Haram tidak hanya meningkatkan prestise, tetapi juga faktor materi. Setiap bulan Dzulhijjah, pendapatan warga Makkah otomatis naik lantaran tingginya permintaan (demand) barang-barang kebutuhan.

Berbeda umpamanya dengan Madinah yang bertanah subur, Makkah sangat mengandalkan sektor perdagangan untuk menggerakkan ekonomi. Oleh karena itu, penduduk setempat mementingkan sikap terbuka dan ramah terhadap kafilah-kafilah dari luar, termasuk para jamaah haji.

Ada banyak hadits sahih yang mengajarkan keutamaan memuliakan tamu, tanpa memandang kaya atau miskin. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Abu Syaikh meriwayatkan, beliau SAW telah memperingatkan kaum Muslimin, “Tamu datang dengan membawa rezekinya dan pergi dengan menghapus dosa-dosa kalian. Dan Allah menghapus dari dosanya dan dosa-dosa kalian.” Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi SAW menjelaskan, Allah SWT memberikan pahala setara haji dan umrah kepada seorang Mu`min yang menjamu tamunya “setiap kali suap makanan yang diterima tamu.

Baca juga: Perhatian Islam pada Sektor Perhotelan (4)

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement