REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mustafa Sabri Effendi merupakan pemuka Muslim yang dikenal luas sebagai syekh al-Islam terakhir dari Dinasti Utsmaniyyah. Tokoh yang lahir di Tokat, Turki, pada 1869 ini menyelesaikan pendidikan dasarnya di Kayseri.
Masa kecilnya berfokus pada pendidikan, terutama terkait menghapal Alquran. Itu diterapkannya sejak usia anak-anak. Selanjutnya, dia menapaki karier sebagai pengajar di Institut Sultan Fatih Mehmed, Istanbul, pada 1891.
Matakuliah yang diampunya antara lain tafsir Alquran, hadits, dan fiqih. Profesi lainnya ialah pustakawan di perpustakaan milik Sultan Abdul Hamid II. Itu dijalaninya dalam periode 1900-1904.
Kedekatannya dengan sang sultan itu terjadi setelah karyanya, Risalah al-Yamin al-Ghamus, menjadi masyhur. Dalam masa ini pula, pelbagai penghargaan diraihnya, antara lain Medali Osmani dan Medali Nizani.
Seperti diungkapkan Mehmet Kadri Karabela dalam tesisnya untuk McGill University (2003), pada Agustus 1908, Sabri Effendi bersama sekitar 112 sarjana Muslim lainnya mendirikan Cemiyet-i Ilmiye-i Islamiye (Perkumpulan untuk Studi Islam).
Sabri pun terpilih untuk mengetuai organisasi intelektual tersebut. Kesibukannya bertambah dengan mengajar di Medresetu l-Vaizin (Sekolah Ulama).
Tak lama kemudian, posisinya diangkat menjadi profesor ilmu tafsir Alquran pada Fakultas Teologi Universitas Istanbul. Gelar guru besar itu bukan yang terakhir baginya. Sebab, pada Desember 1918 dia juga dianugerahi predikat profesor ilmu hadits dari Suleymaniye Darulhadis College.
Selanjutnya, dia bergabung dalam Asosiasi Guru Besar, yang di dalamnya terdapat sejumlah nama penting. Sebut saja, Said Nursi dan Mehmet Atif Efendi.
Krisis Politik di Turki
Sementara itu, situasi politik Kesultanan Utsmaniyah kian tak menentu. Negeri ini diguncang prahara politik, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kaum sekuler semakin menggugat cara-cara sultan memimpin negeri. Dalam konteks ini, Mustafa Sabri Effendi termasuk kalangan yang hendak disingkirkan orang-orang sekuler Turki.
Apalagi, dia terlanjur dipandang sebagai tokoh yang berdaya secara politik untuk menarik perhatian massa. Pada Oktober 1908, Mustafa Sabri terpilih sebagai anggota parlemen Turki. Oleh karena itu, pelbagai upaya dari kaum sekuler kian mengemuka untuk menyisihkannya di tingkat nasional.