REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok Zainuddin Hamidy Turmudzi telah menjadi legenda. Media massa mendaulatnya sebagai “dai sejuta umat.”
Populer dengan nama KH Zainuddin MZ—dua huruf itu menyingkat nama ayahandanya, Turmudzi—dakwah suami Hj Siti Kholilah itu diterima seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari pejabat sipil maupun militer hingga artis perkotaan; kaum cendekiawan hingga rakyat jelata; serta kaum Muslimin, baik di dalam maupun luar negeri.
Bila sudah berdiri di atas mimbar, puluhan ribu orang siap menyaksikannya berceramah. Suaranya khas. Penampilannya berwibawa. Gaya tuturnya sederhana serta sering dibumbui humor segar. Pengetahuan agamanya sangat mumpuni.
Caranya membacakan Alquran atau mengutip sumber-sumber begitu fasih. Di sela-sela ceramahnya, sering pula menyuarakan kritik yang tajam tentang ketidakadilan sosial, kemiskinan, kesenjangan, dan masalah-masalah lainnya yang aktual.
Perjalanan hidup Kiai Zainuddin MZ dipaparkan dalam buku Dakwah & Politik ‘Dai Berjuta Umat’ (1997; editor Idris Thaha). Disebutkan di sana, Zainuddin berasal dari keluarga Betawi asli.
Orang tuanya bernama Turmudzi dan Zainabun. Dua tahun setelah menikah, pasangan itu dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Zainuddin pada 2 Maret 1952.
Keluarga ini terbilang sederhana. Rumahnya terletak di Gang Cemara, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). Turmudzi sehari-hari bekerja sebagai pegawai rendah di Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di samping itu, dia juga menyambi berdagang sayur-mayur. Adapun istrinya mengurus rumah tangga.
Sayang, Turmudzi wafat ketika anak semata wayangnya itu masih berusia dua tahun. Sebagai yatim, Udin—demikian nama kecil Zainuddin—diasuh kakek dan neneknya.
Ibunya kemudian menikah lagi dengan seorang laki-laki yang terbilang sebaya. Saat itu, Udin sudah berusia 17 tahun.
Dari pernikahan ini, Zainabun memeroleh tiga anak laki-laki, yaitu Munazar, Ismunandar, dan Syahbuddin. Takdir Allah menghendaki suami barunya itu wafat. Dalam rentang waktu yang lama, Zainabun menyandang status janda, hingga akhirnya menikah lagi dengan seorang karyawan Peruri. Pernikahan yang ketiga itu dilangsungkan ketika Zainuddin beranjak dewasa.