Kamis 14 Feb 2019 06:21 WIB

Fatwa Hari Valentine dari Arab Saudi Hingga Indonesia

Hari Valentine kerap dirayakan dengan perbuatan maksiat oleh umat Islam.

Siswa SMP Muhammadiyah 2 Surabaya memegang poster saat mengikuti aksi stop peringatan Hari Valentine di Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Siswa SMP Muhammadiyah 2 Surabaya memegang poster saat mengikuti aksi stop peringatan Hari Valentine di Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian penduduk global memiliki tradisi tahunan setiap 14 Februari. Mereka menandai hari itu sebagai Hari Valentine. Sebagian menafsirkan hari itu sebagai hari kasih sayang. Perayaan Hari Valentine pun tak ayal menimbulkan polemik, terutama bagi umat Islam.

Dalam beberapa literatur, didapati jika sejarah valentine bukan dari Islam. Ada pendapat yang menyebut, perayaan valentine berasal dari upacara ritual agama Romawi kuno.

Dalam The Encyclopedia Britania disebutkan, Paus Gelasius I mencetuskan pada 14 Februari 496 M sebagai upacara ritual resmi bangsa Romawi. Hingga kini kaum Nasrani terus memperingatinya sebagai hari raya gereja yang dikenal Saint Valentine's Day.

Beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam pun telah menyikapi perayaan hari valentine, khususnya oleh lembaga fatwa resmi mereka. Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Johor, Malaysia, mengeluarkan fatwa tentang perayaan Hari Valentine pada 2005. Secara tegas, Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Johor melarang umat Islam ikut merayakan valentine.

Perayaan valentine tidak pernah dianjurkan dalam Islam. Selain itu, bunyi fatwa tersebut menyebut perayaan valentine erat kaitannya dengan unsur dari agama lain. Selain itu, kerap dalam perayaannya bercampur dengan perbuatan maksiat yang dilarang dalam Islam.

Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Johor mendasarkan fatwanya pada beberapa alasan. Pertama Islam sangat menitikberatkan soal kasih sayang setiap hari. Kemudian Islam menolak konsep kasih sayang yang terkandung dalam perayan Hari Valentine karena unsur-unsur ritual keagamaan yang diamalkannya berseberangan dengan akidah Islam. Sebagian remaja Islam yang ikut meramaikan valentine kadang terjerumus dengan perbuatan maksiat, seperti berduaan dengan lawan jenis atau terjadinya zina.

Lembaga Pusat Fatwa dan Riset Ilmiah Kerajaan Arab Saudi juga berpendapat sama. Menurut lembaga fatwa  resmi Kerajaan Arab Saudi ini, dalam Islam hanya dikenal dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.

Perayaan selain dua hari raya ini, baik berhubungan dengan seseorang, golongan, peristiwa, maupun momen-momen tertentu lainnya adalah perayaan tidak berdasar dalam Islam. Lembaga Fatwa yang saat itu dipimpin Syekh Abdul Aziz bin Abdillah Alu itu menyerukan agar pemeluk agama Islam tidak boleh mengadakan, ikut mendukung, turut bergembira, atau memberikan bantuan perayaan hari valentine.

Allah SWT berfirman, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" (QS al-Maidah [5] :2).

Lembaga Fatwa Arab Saudi berpendapat, valentine termasuk perayaan umat agama lain. Karena itu, umat Islam harus hati-hati agar tidak latah mengikuti perayaan yang bukan dari agamanya. Rasulullah bersabda, "Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka."

Di Indonesia sendiri, MUI pusat belum pernah mengeluarkan fatwa resmi soal perayaan hari valentine. KH Ma'ruf Amin saat masih menjabat sebagai ketua MUI pernah berpendapat, jika perayaan hari valentine yang biasa dilakukan sudah memprihatinkan.

Sebab, perayaan hari valentine kerap mengarah pada perbuatan maksiat seperti seks bebas. Menurut Kiai Ma'ruf, jika semangatnya adalah silaturahim dan saling menghormati, bisa dilakukan kapan saja.

Beberapa MUI daerah sudah mengeluarkan fatwa soal perayaan Hari Valentine. Salah satunya MUI Kota Bogor yang mengeluarkan fatwa soal valentine pada 2012. MUI Kota Bogor mengimbau agar umat Islam tidak ikut dalam perayaan Hari Valentine yang merupakan tradisi dan budaya agama lain.

MUI Kota Bogor juga melarang umat Islam untuk menyemarakkannya dengan mengirimkan SMS, kartu ucapan selamat, mencetak, menjualnya, dan mensponsori acara-acara tersebut karena termasuk tolong-menolong dalam berbuat dosa dan maksiat. MUI Kota Bogor melihat kalangan remaja yang mengikuti perayaan hari valentine sering terjerumus dalam pergaulan bebas (khalwat dan ikhtilath) yang termasuk dalam larangan mendekati zina. Maka tindakan saddu dzari' (istilah ushul fikih) wajib dilakukan, yakni menutup segala peluang dan pintu-pintu maksiat serta yang mendekatkan pada perbuatan zina.

Imbauan berikutnya adalah umat Islam harus saling mengingatkan, khususnya anak muda, agar terhindar dari pergaulan bebas dan gaya hidup yang liberal. MUI Kota Bogor juga mengimbau agar umat mewaspadai strategi ghazwul fikri musuh-musuh Islam melalui berbagai sarana, media, seni dan budaya, lembaga swadaya, dan pendidikan untuk menghancurkan moral dan akidah umat Islam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement