REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan Kesultanan Aceh dengan Belanda semula tak pernah terjalin. Hal ini berbeda dengan negara kongsi dagang lainnya, seperti India, Turki Ottoman, dan Lainnya.
Namun setelah melalui beberapa peristiwa, singkat kata, relasi kedua pemerintahan itu pun akhirnya mencair. Herry A Poeze dalam buku Di Negeri Penjajah menuliskan penjelasan J de Vries dalam Majalah Eigen Haard 1896, Sultan Aceh Sultan Alauddin Riayat Syah dari Dinasti Darul Kamal pun mengutus tiga orang, yakni duta besar Abdul Zamat, laksamana raja yaitu Seri Mohamat dan Meras San atau Abdul Hamid atau dikenal Sri Muhammad yang merupakan keponakan Sultan Aceh pergi melawat ke Belanda.
Baca juga, Suksesnya Siasat Buruk Belanda Bujuk Sultan Aceh
Utusan kesultanan Aceh itu pun tiba di Belanda pada akhir Juli 1602. Namun, duta besar Kesultanan Aceh, Abdul Zamat meninggal di Meddelburg pada Agustus di usia ke-71 tahun setelah mengalami luka akibat pertempuran dengan kapal guling musuh selama dalam perjalanan menuju Belanda.
Pemakaman Abdul Zamat di Belanda dengan menggunakan syariat Islam itu pun begitu besar, mungkin menjadi upacara pemakaman orang Aceh dengan tata cara Islam terbesar yang meninggal di Belanda, sebab diikuti banyak rakyat Belanda.
“Ia (Abdul Zamat) dimakamkan dengan segala kebesaran dengan iringan tuan-tuan penguasa zeeland, pemakaman dilakukan dengan mengikuti syariat Islam, bertempat di Gereja Saint Pieters dalam upacara yang khidmat itu, Middelburg maupun Vlissingen menjadi kosong karena penduduknya menyaksikan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya itu,”
Sementara itu, dua utusan Sultan Aceh yakni Seri Mohamat dan Meras San bisa berjumpa dengan raja Maurits. Utusan Kesultanan Aceh itu disambut baik Belanda. Seri Mohamat pun memberikan surat hadiah balasan dari Sultan Aceh seperti keris, perkakas dari emas, kamper serta sebuah burung kakak tua.
Selama berada di Belanda, Seri Mohamat dikenalkan dengan berbagai hal tradisi dan kebudayaan di Belanda semisal pertarungan pasukan berkuda dengan senjata lengkap.
Lebih dari 15 bulan utusan Kesultanan Aceh itu tinggal di Belanda untuk mengenal berbagai hal tentang negara itu. Pada Desember 1603, Seri Mohamat dan Meras San pulang kembali ke Aceh.