Jumat 09 Nov 2018 13:00 WIB

Kemenag Siapkan PMA Pendidikan Inklusif untuk Madrasah

Praktik pendidikan inklusif sebenarnya sudah dilakukan oleh madrasah tapi belum masif

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Siswa madrasah (ilustrasi)
Foto: Humas MTsN 1 Bogor
Siswa madrasah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pendidikan Inklusif pada Madrasah. Regulasi ini disiapkan dalam rangka memberikan peningkatan pelayanan pendidikan Islam di Indonesia.

"Saat ini praktik pendidikan inklusif sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh madrasah-madrasah di Indonesia. Namun, perkembangannya belum cukup masif,” ujar Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, A.Umar, dalam keterangan tertulis yang didapat Republika.co.id, Jumat (9/11).

Penyiapan PMA dilakukan dengan melibatkan pelaku-pelaku pendidikan inklusif pada madrasah. Juga ada kepala madrasah, guru madrasah, serta perwakilan kemenag provinsi. Umar berharap, keberadaan PMA ini dapat mendorong madrasah untuk melakukan pendidikan inklusif.

Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat KSKK Madrasah Kemenag, Abdulah Faqih, menjelaskan penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah sebenarnya sudah berlangsung sejak 2008. Namun baru pada 2013, Kemenag mulai mengembangkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah.

Menurutnya, dalam rentang tahun 2015 hingga 2016, tercatat ada 22 madrasah yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pendidikan inklusif. Madrasah itu terdapat di beberapa provinsi, yakni: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.

"Nah, praktiknya saat ini madrasah penyelenggara pendidikan inklusif ini sudah banyak tersebar di beberapa provinsi lainnya. Tidak hanya pada 22 madrasah itu," ucap Faqih.

Dengan adanya PMA ini, diharapkan ada standarisasi pengelolaan pendidikan inklusif pada madrasah-madrasah yang telah menyelenggarakan layanan tersebut. Ini juga akan membuka peluang dilaksanakannya kolaborasi-kolaborasi untuk peningkatan layanan tersebut.

Emilia Kristiyanti dari Helen Keller Indonesia menyampaikan pendidikan inklusif dapat berlangsung dengan baik bila dilakukan kolaborasi oleh pelaku-pelaku pendidikan. "Madrasah bila ingin menerapkan pendidikan inklusif, ya harus membangun kolaborasi-kolaborasi dengan lembaga atau pihak lain. Misalnya dengan sekolah luar biasa (SLB) dan sebagainya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement