REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Wahdah Islamiyah menggelar Silaturahim Akbar bersama korban bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah (Sulteng). Kegiatan tersebut berlangsung di Kompleks Pengungsian Bukit Suharto, Kelurahana Petobo, Palu, Sulteng, Kamis (1/11).
Dalam keterangan tertulisnya, kegiatan tersebut dimulai sejak Kamis pagi dengan beberapa rangkaian, seperti, tausiyah agama, pembagian paket logistik, pembagian paket ceria, dan makan siang bersama. Tausiyah agama diisi langsung oleh Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Ustaz Muhammad Zaitun Rasmin.
Ustaz Zaitun mengingatkan pada penyintas bahwa musibah itu tidak terlepas dari ketentuan Allah SWT. “Dalam menghadapi kejadian seperti itu, kita harus semakin memperkuat keimanan terhadap takdir Allah Taala. Apapun yang terjadi, semuanya adalah kehendak Allah,” kata dia.
Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin hadir di acara silaturahim Akbar wahdah Islamiyah dengan warga terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi di Petobo, Palu Kamis (1/11).
Ustaz Zaitun mengajak penyintas meyakini, ketika Allah SWT berkehendak, maka ada kebaikan yang diharapkan untuk kita. Untuk semakin menguatkan keimanan penyintas, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu mengisahkan tentang keutamaan berprasangka baik terhadap takdir Allah SWT.
Kisah itu telah masyhur diangkat oleh para ulama sebagai peneguh keimanan. Suatu ketika, tersebutlah seorang Sultan yang berkuasa dalam suatu negeri. Suatu waktu, ibu jari tangan sang Sultan terputus akibat insiden kecil. Peristiwa itu tersebar di kalangan petinggi Kesultanan.
Seorang menteri yang terkenal setia dan selalu mendampingi Sultan, tiba-tiba menasehatkan kepada sang Sultan dengan berkata Fii Khayran yang artinya, “Itu adalah kebaikan.”
Sang Sultan tiba-tiba marah dan memenjarakan si menteri itu akibat perkataannya. Selang beberapa hari kemudian, Sang Sultan keluar istana untuk menekuni hobinya, yakni berburu. Hingga sampai pada suatu ketika, sang Sultan diculik oleh suatu suku Jahiliyah di tengah padang pasir.
Salah satu kepercayaan suku tersebut adalah, jika ada orang pertama yang mereka jumpai dalam pengembaraan, maka harus dikorbankan dengan cara disembelih. Namun beruntung, suku tersebut kemudian melepaskan sang Sultan karena menjumpai adanya kecacatan pada dirinya, yakni ibu jari yang telah terputus.
Ketika kembali ke Istana, Sultan sangat bergembira dengan kebebasannya. Ia pun membebaskan menteri yang pernah djpenjarakannya. Saat keluar, sang Sultan bertanya kepada sang menteri perihal perkataannya Fii Khayran.
Sang menteri menjawab, jika ia tidak dipenjara maka ia yang akan menemani Sultan berburu. Dan ketika tertangkap oleh suku Jahiliyah, maka suku itu akan menyembelih sang menteri karena berbadan sempurna dibanding sang Sultan yang cacat.
Menurut Ustaz Zaitun, perkataan Fii Khayran adalah perkataan yang terlontar karena keimanan, karena meyakini segala sesuatu adalah kebaikan. Dia beranggapan, kisah tersebut memberikan pelajaran besar bagi manusia untuk berprasangka baik kepada segala sesuatu yang terjadi.
“Insya Allah rumah kita yang hancur akibat gempa akan diganti oleh Allah dengan rumah yang lebih baik. Keluarga kita yang hilang akan diganti dengan kebaikan, dan keadaan lainnya,” ujar dia.
Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin hadir di acara silaturahim Akbar wahdah Islamiyah dengan warga terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi di Petobo, Palu Kamis (1/11).
Ustaz Zaitun mengajak penyintas bersyukur atas kehidupan yang masih dinikmati, kendati kehilangan banyak hal. Menurut dia, setiap orang adalah manusia-manusia pilihan yang mendapat karunia kehidupan, dan lainnya. “Terutama adalah apa yang terpancar dari wajah bapak dan Ibu yakni wajah-wajah yang penuh keimanan,” kata dia.
Di akhir tausiyahnya, Ustaz Zaitun berpesan agar seluruh penyintas mempertebal keimanannya, dengan tidak mudah dirayu bantuan sembako atau yang lainnya agar meninggalkan Islam. “Ujian apapun, kita harus selalu siap mempertahankan keimanan,” ujar Ustaz Zaitun mengajak penyintas.
Dia meyakinkan Palu, Sigi, dan Donggala, bahkan Indonesia akan bangkit dan menuju ke arah yang lebih baik. Silaturahim Akbar Wahdah Islamiyah juga dihadiri oleh Ustaz Bachtiar Nasir yang ikut memberikan tausiyah kepada warga yang hadir. Di lokasi tersebut, ada beberapa tenda hunian sementara Wahdah Islamiyah. Itu menjadi salah satu program terbesar Wahdah di Sulteng, yakni pembangunan hunian sementara untuk korban bencana yang kehilangan rumah.