Sabtu 20 Oct 2018 13:41 WIB

Pembaca Republika Bantu Bangun Ponpes Hidayatul Mutaqien

Sebelum bencana, pondok pesantren ini memiliki 12 lokal gedung dengan 200 santri.

Pembangunan Ponpes Hidayatul Muttaqien
Foto: Dok Ponpes HIdayatul Muttaqien
Pembangunan Ponpes Hidayatul Muttaqien

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Indra Wisnu Wardhana

LOMBOK -- Setelah menerima bantuan dari pembaca Harian Republika sebesar Rp 250 juta, Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mutaqien Desa Dangiang Kecamatan Kayangan, Lombok Utara NTB, segera meratakan tanah bekas bencana untuk dibuat bangunan baru semi permanen.

Sebelum bencana, pondok pesantren ini memiliki 12 lokal gedung dengan 200 santri yang belajar mulai jenjang pendidikan MI, MTs dan MA. Setelah bencana gempa bumi 7,4 skala richter, ke 12 bangunan runtuh. Alhamdulillah tidak ada korban jiwa karena semua santri saat itu sedang belajar di halaman pondok.

photo
Tanah bekas bencana yang akan dibuat bangunan baru semi permanen di Ponpes Hidayatul Muttaqien/Dok Ponpes Hidayatul Muttaqien

Menurut pimpinan ponpes Hidayatul Untaian, Karyawadi sesuai rapat pengurus, diputuskan untuk membangun 9 lokal bangunan semi permanen yang terdiri satu ruang kepala sekolah dan guru serta sisanya untuk santri dari jenjang MI, MTs dan MA.

Sedang untuk asrama belum dibangun.

Mulai Sabtu (20/10), kata Karyawadi, sudah dikerahkan lima orang tukang untuk membuat pondasi. Setelah itu dibuatkan dinding dan atap semuanya dari tripleks atau spandek.

"kalau pakai batu bata dan genteng, kami masih trauma. Untuk rangkanya kami pakai baja ringan," jelasnya.

photo
Mulai Sabtu (20/10), pondasi bangunan semi permanen Ponpes Hidayatul Muttaqien dibuat/Dok Ponpes Hidayatul Muttaqien

Untuk membiayai bangunan semi permanen tersebut, Karyawadi mengaku baru mengambil separuhnya uang bantuan pembaca Harian Republika. " Sisanya masih kami simpan, mungki untuk membeli peralatan sekolah, meubeler dan sebagainya. Pondok pesantren kami benar benar hancur, jadi kami mulai dari nol," ujarnya.

Ia pun berharap masih ada bantuan lagi dari pembaca Republika guna menyelesaikan sisa lokal bangunan yg belum berdiri. Menurutnya, dulu ia punya dua lokal bangunan untuk asrama santri putra dan putri.

photo
Proses pembangunan pondasi

"Sekarang setelah bencana para santri tidak lagi menginap disini, tapi kami pulangkan. Tentu ini berat buat santri karena ongkosnya mahal."

Ia mengaku semenjak kejadian bencana belum ada pihak-pihak yang tergerak membantu pembangunan pondok pesantren. Padahal di wilayah Lombok banyak sekali pondok pesantren yg hancur. "Semoga setelah ini, masyarakat muslim di Tanah Air tergerak membantu kami," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement