REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku tobat kerap menjadi kisah yang menarik untuk diceritakan. Penyesalannya atas segala dosa tak membuatnya menjadi seorang fatalis. Dia tak berlarut-larut dengan rasa bersalah atas maksiatnya pada masa lalu. Penyesalannya itu malah membuatnya menjadi produktif dalam melihat masa depan.
Dan (juga) orang- orang yang apa bila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baiknya pahala orang yang beramal. (QS Ali Imran: 135- 136).
Syekh Aidh al-Qarni bercerita tentang kisah tobat seorang lelaki paruh baya. Dialah seorang hamba Allah yang tidak mengenal Tuhannya. Tentara ini merasa gagah dengan senapannya. Dia bahkan berkata, Telah berlalu dariku tahapan itu. Demi Allah, saya tidak bersujud sekalipun kecuali agar orang melihatku.
Berbulan-bulan dia tidak mandi hadas besar atau janabah. Tidak pernah rukuk, jauh dari Alquran atau berzikir kepada Allah. Dia sangat jauh dari Allah. Hatinya benar-benar telah mati. Malamnya penuh dengan musik. Dia kerap hidup bersama para ahli maksiat.
Ketika datang waktu tidur, dia terlelap tanpa membersihkan diri layaknya binatang yang tidak berakal. Dia mati tanpa tahu waktu-waktu shalat. Tak pernah dia bersujud. Dia pun terbangun tanpa keadaan wudhu, tanpa ibadah apalagi zikir. Dia tak mengerti tujuan kehidupan ini.
Dia membenci agama juga orang yang beragama. Ketika dia melihat orang beragama yang taat, dia jadikan bahan ejekan dan olok-olok. Dia melihat Islam terbelakang.Sementara sunah telah berlalu waktunya dan tidak bisa diterapkan di waktu sekarang.
Para dai berkali-kali mengunjunginya untuk mengingatkannya. Dia hanya mengulang-ulang perkataannya.Dia menuduh ulama sebagai orang munafik. Ini adalah salah satu pengaruh perang pemikiran yang menggambarkan orang beragama sebagai orang munafik, teroris, dan fanatik.
Hobinya adalah duduk bersama teman- nya. Mereka mengejek orang saleh yang mencoba mengikuti sunah dan melaksanakan ibadah. Dia pun meninggalkan kedua orang tuanya dengan caci maki. Hari demi hari berlalu melewati lelaki ini.
Dia masih tetap di pos penjagaannya membawa senapan. Dia mendengar panggilan seorang muazin dengan sikap abai. Dia melihat orang-orang saleh berbondong-bondong me nuju masjid, tetapi tidak pernah menyertai mereka.
Pada satu hari yang bersejarah, Allah SWT mengirim seorang dai kepadanya. Namanya Muhammad bin Hammud al-Yamani. Seorang lelaki yang tidak disebut dalam buku, tetapi diketahui oleh hati. Tidak disebut manusia, tetapi diketahui oleh ruh. Tidak dicatat di koran, tetapi dicatat di dalam alam gaib.
Tentara tadi berkata, Ketika itu aku bertugas jaga membawa senapanku di samping sebuah masjid di desa ini. Orang berbondong-bondong melaksanakan shalat, sedangkan aku tidak tahu shalat. Tiba- tiba dai itu mengangkat suaranya mengingatkan seraya membaca firman Allah.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. (QS an-Nisa: 1 dan QS al-Haj:1). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali- kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam. (QS Ali Imran: 102).
Dai itu menjelaskan kejadian hari kiamat dan keadaannya. Dia menjelaskan bagaimana terjadinya surga dan neraka. Perkataan dai itu telah sampai ke hatinya sebelum ke telinganya. Luluhlah tentara itu.
Dia berkata, "Aku berpindah dari negeri itu dengan ruhku tanpa aku tahu siapakah aku. Aku tertimpa kesedihan dan kelalaian yang hanya Allahlah yang mengetahuinya, hingga tidak kuat aku menahan kakiku. Aku pun terduduk di tanah."