Rabu 10 Oct 2018 14:03 WIB

MUI Menentang Kontes Miss Gaya Dewata 2018

MUI juga meminta penegak hukum agar segera mengambil langkah tegas dan konkret.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri Muhyiddin Junaidi
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri Muhyiddin Junaidi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak keras dan menentang kontes yang mengatasnamakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yakni Pemilihan Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 di Bali. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, kontes tersebut bertentangan dengan norma dan agama.

"MUI menolak keras kontes LGBT di Bali dan wilayah teritorial Indonesia lainnya karena itu bertentangan norma dan ajaran Islam serta agama lainnya," ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu (10/10).

Baca Juga

Menurut dia, kontes itu melanggar Undang-Undang dan konstitusi Republik Indonesia. Ia mengatakan, MUI menghargai pluralitas serta kebebasan berpendapat dan berekpresi. Akan tetapi, kebebasan yang masih sesuai aturan konstitusi.

MUI juga meminta penegak hukum agar segera mengambil langkah tegas dan konkret. Ia meminta aparat penegak hukum untuk menghentikan kontes Pemilihan Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 di Bali itu. "Dalam fatwa MUI tentang LGBT jelas ditegaskan bahwa pernikahan atau perkawinan dinilai sah jika dilakukan dengan dua manusia berlainan jenis," kata KH Muhyiddin.

Sebelumnya, Ketua Umum MUI Bali Muhammad Taufik Asadi mengatakan, pihaknya mendapat informasi rencana kegiatan Grand Final Pemilihan Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 yang akan diselenggarakan Yayasan Gaya Dewata pada 10 Oktober 2018. "Ini jelas sangat memprihatinkan, sebab tindakan tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama di Indonesia," kata Taufik secara tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (9/10).

Perilaku LGBT, sebut Taufik, juga bertentangan dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini juga bertentangan dengan Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga, segala bentuk kegiatan bermuatan menyimpang merupakan perilaku inskontitusional.

"Untuk menghindari terjadinya hal-hal tak diinginkan, seperti adanya pembubaran paksa atau konflik horizontal antarkelompok masyarakat, MUI Bali memohon kepada pemerintah, khususnya Kepolisian Daerah (Polda) Bali untuk melarang, membatalkan, dan membubarkan kegiatan tersebut," kata Taufik.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement