Senin 08 Oct 2018 22:31 WIB

Talak Lewat SMS, Bolehkah?

ikatan pernikahan disebutkan Alquran sebagai ikatan yang kuat.

Seorang perempuan tengah menggunakan ponsel. Ilustrasi
Foto:

Para ulama Syafi'iyah mempertanyakan, mengapa harus ditalak melalui tulisan, sedangkan mereka punya jalan untuk bertemu. Si suami mampu untuk berbicara dan mengucapkan kalimat talak secara langsung kepada istrinya. Jadi, uzur mengucapkan talak melalui tulisan tidaklah dapat diterima. Talak melalui tulisan, menurut Syafi'iyah, lebih tepatnya masuk dalam kelompok talak dengan menggunakan isyarat. Hukumnya tidak dapat diterima.

Hukum Islam mempunyai banyak pertimbangan dan pengkajian sebelum menjatuhkan sebuah keputusan. Seperti halnya talak via tulisan. Tidak ada yang tahu, entah si suami menulis talak kepada istrinya di bawah tekanan orang lain.

Demikian juga ada faktor kesalahan manusia, seperti salah kirim, sekedar mengetik pesan tanpa bermaksud menceraikan istrinya, serta faktor-faktor lainnya. Bisa juga si suami hanya berniat main-main atau menggertak. Di samping itu, bisa jadi yang menuliskan pesan talak tersebut adalah orang lain yang tidak bertanggung jawab.

Kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi faktor pertimbangan dalam menjatuhkan sebuah keputusan dalam Islam. Hal inilah yang menjadi pertimbangan jumhur ulama dan para ulama dari kalangan Syafi'iyah. Mereka bersepakat akan ketidakabsahannya talak melalui tulisan surat atau pesan elektronik.

Untuk menenteramkan simpang siurnya keabsahan talak yang disampaikan via pesan elektronik tersebut, Pengadilan Agama RI menetapkan suatu jalan tengah. Bedasarkan hasil keputusan Pengadilan Agama RI, talak yang diakui negara dan mempunyai status hukum adalah talak yang diucapkan di depan hakim dan didengarkan oleh saksi.

Adapun talak yang diucapkan diucapkan di luar pengadilan, tak diakui negara dan tidak bisa diberikan berkas administrasi berupa akta cerai. Turut campurnya negara dalam hal ini tentu memberikan nilai positif dan menekan angka perceraian di Tanah Air.

Lalu, apakah boleh negara berijtihad demikian? Ijtihad demi kemaslahatan masyarakat tentu saja diperbolehkan. Misalkan, pada zaman Rasulullah SAW orang yang menalak tiga kali istrinya dalam sekali ucapan hanya dihukum satu kali.

Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas dan Rukanah bahwa ia “menalak tiga” istrinya dalam satu majelis. Setelah itu, ia sangat menyesal dan datang kepada Nabi SAW menanyakan soal rujuk. Nabi SAW bertanya, “Bagaimana engkau menalaknya?” Ia menjawab, "Saya talak dalam satu majelis. Nabi bersabda, “Itu hanya jatuh satu, maka rujuklah kepadanya.”

Namun, pada zaman Umar Ibnu Khattab RA menjadi khalifah, beliau menetapkan keputusan talak tiga yang diucapkan sekaligus dihukum jatuh talak tiga sekaligus. Keputusan ini dibuat Umar bin Khattab karena pada zamannya banyak masyarakat yang sangat mudah melafalkan talak.

Ijtihad seperti ini bisa saja diqiyaskan dengan apa yang dilakukan Pengadilan Agama RI. Talak yang dianggap sah adalah talak yang diucapkan di depan hakim adalah semata-mata demi kemaslahatan masyarakat.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement